Ketua FKKRT Tarakan Arahkan 400 RT Antisipasi Radikalisme
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kaltara menganggap perbuatan pelaku pengeboman gereja Katedral di Makassar sebagai tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama. MUI Kaltara meminta agar jaringan kelompok terorisme tersebut bisa dibongkar aparat penegak hukum karena telah meresahkan masyarakat.
MUI Kaltara mengeluarkan imbauan agar masyarakat di Provinsi Kaltara tetap rukun dalam perbedaan dan menjaga kondusifitas. Tidak mudah tersulut oleh oknum tertentu yang mencoba menjadi provokator. Apalagi terhadap isu-isu yang dapat memecah belah umat beragama di Kaltara.
“Kami meminta kepada aparat keamanan mengungkap tuntas dan mengusut kasus tersebut melalui proses hukum. Kedua, kami mengimbau kepada semua umat dan masyarakat pada umumnya untuk tetap rukun dan menjaga kondusifitas. Jangan terpancing dan terprovokasi oleh berbagai isu yang yang dapat menciptakan permusuhan dan gangguan kamtibmas,” ungkap Wakil Ketua MUI Kaltara, Syamsi Sarman, S.Pd.
Ia menghimbau kepada para pengurus rumah ibadah agar meningkatkan kewaspadaan dan keamanan internal di rumah ibadahnya masing-masing. Memohon bantuan pengawasan serta pengamanan dari aparat keamanan dalam kegiatan-kegiatan ibadah umat beragama.
Diterangkannya, secara tegas MUI pusat telah menetapkan fatwa No.3 tahun 2014 bahwa terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban. Terorisme diharamkan dan betentangan dengan ajaran Islam, termasuk tindakan bunuh diri. Menurut Syamsi, pemahaman jihad dengan jalan melalui terorisme bahkan melakukan bom bunuh diri bukan ajaran Islam.
“Mengaitkan jihad dengan terorisme adalah kesalahan dalam memahami ajaran Islam. Mengharapkan aparat memperketat pengamanan rumah-rumah ibadah khususnya dalam peringatan hari paskah dan ibadah bulan suci ramadan,” jelasnya.
“Boleh jadi teror di kantor polisi sebagai trik agar aparat mengalihkan konsentrasinya dari penagamanan rumah ibadah. Kita mengharapkan pemerintah merumuskan formula yang tepat dalam penanggulangan terorisme,” pungkasnya.
Menangkal pergerakan radikalisme di lapisan masyarakat juga diangap sangat penting. Tak jarang didapatkan kasus teroris yang memanfaatkan lemahnya pengawasan para RT/RW di lingkungannya. Sehingga, dengan nyaman para teroris mendiami suatu tempat hingga merakit bahan peledak untuk aksi teror. Tak hanya itu, peran RT/RW untuk mengenali keseharian juga perlu untuk mendeteksi dini pergerakan para jaringan teroris di kalangan warga.
Mengenai hal itu, Ketua Forum Komunikasi Ketua Rukun Tetangga (FKKRT) Tarakan, H. Rusli Jabba langsung bergerak cepat memberikan arahan-arahan kepada sekitar 400 RT di Kota Tarakan perihal antisipasi paham radikal dan aksi terorisme.
“Dalam waktu dekat kami para RT harus duduk bersama membahas hal ini. Peran RT perlu ditingkatkan untuk melindungi warganya. Pertemuan nantinya, kami akan membahas persoalan penanganan Covid-19. Antisipasi paham radikalisme dan berbagai persoalan warga lainnya,” terang H. Rusli Jabba.
Ia menilai deteksi dini terhadap radikalisme di kalangan warga harus dijalankan secara intens. Terutama para pendatang baru yang perlu melapor ke pihak RT. Begitu juga dengan peran ketua RT yang harus turun mendata warga baru, serta melakukan komunikasi terhadap warga di lingkungannya. Selain itu, dia berharap ketua RT harus berkoordinasi dengan penegak hukum seperti TNI-POLRI, pemerintah daerah dan membentuk partisipasi warga di tingkat RT. (ram/kik)