NUNUKAN – Hingga saat ini pandemi covid-19 membawa dampak negatif pada banyak lini bisnis, termasuk usaha transportasi darat. Walaupun tidak diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Nunukan, membuat masyarakat menjalankan aktivitasnya dari rumah. Kabupaten Nunukan yang sempat menjadi zona hijau sepekan, namun kembali menjadi zona kuning setelah menemukan dua kassu positif covid-19.
Seperti biasa, puluhan angkutan umum atau angkutan kota (angkot) mangkal di PLBL Liem hie Djung Nunukan, guna menunggu penumpang yang datang masuk ibu Kota Nunukan. Namum di tengah pandemi covid-19 saat ini, membuat sepi penumpang angkot karena sekarang banyaknya ojek online di Nunukan.
Sepinya penumpang angkot atau yang biasa disebut taksi ini dirasakan oleh Ambo (41) yang telah menjalani profesinya selama 10 tahun. Yang mana setiap bulannya ia harus menyetorkan setoran sebesar Rp 1 juta kepada pemilik angkot.
“Untuk saat ini zaman semakin modern, jadi kebanyakan orang lebih memilih ke online karena cepat, misalnya taksi online atau ojek online, semuanya serba online. Maka kami juga merasa sepi untuk mendapatkan penumpang setiap harinya,” kata Ambo kepada benuanta.co.id, Kamis (6/8/2020).
Lanjut dia, biasanya ada juga orang-orang tenaga kerja Indonesia (TKI) dari kampung mereka naik angkot yang tidak online. Namun sekarang karena serba online mereka juga naik taksi online juga. Tapi itu jarang sekali.
Ambo menceritakan, pendapatannya di masa pandemi covid-19 per harinya tidak sampai Rp 50.000, kadang ia hanya mendapatkan Rp 30.000, itu pun jika ada penumpang. Kadang juga tidak dapat sama sekali dalam sehari.
“Jadi mangkal saja di sini sambil menunggu penumpang yang mau naik taksi. Belum lagi kasih makan anak istri di runah dan biaya sekolah anak-anak. Dengan penghasilan segitu tidak cukup,” terangnya.
“Kadang kita dapat per hari itu paling tinggi Rp 50.000 kadang Rp.30.000, juga tidak dapat sama sekali. Dan kehidupan sehari-hari sopir taksi untuk kebutuhan hidup keluarga dicukup-cukupin saja lah. Apalagi sekarang ini kebutuhan pokok semuanya serba mahal,” keluhnya.
Hal senada juga dirasakan Zainuddin (29), yang sehari-harinya bekerja sebagai sopir angkot yang biasa keliling-keliling mencari penumpang. Namun jarang sekali ada yang naik angkot. Belum lagi tahun ini ada wabah covid-19 melanda, semakin membuat sepi penumpang. “Sehingga membuat penghasilan kami para sopir turun drastis,” tutupnya. (*)
Reporter Nasrul/Darmawan
Editor: M. Yanudin