Jakarta – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan desain protein pada pengembangan vaksin rekombinan subunit COVID-19 yang dibuat LIPI berbeda dengan vaksin yang sedang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
“Ada perbedaan dari segi konstruksinya karena ketika berbicara tentang suatu vaksin atau bahan baku obat kita sering melakukan modifikasi dari sesuatu untuk meningkatkan khasiat, efek atau respon imun,” kata peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sekaligus Manajer Laboratorium Bio Safety Level-3 LIPI Ratih Asmana Ningrum dalam konferensi virtual, Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, sebagai vaksin rekombinan subunit, bagian yang diambil untuk membuat protein rekombinan adalah hanya salah satu bagian dari tubuh virus.
Ratih menuturkan pihaknya sudah membuat rancangan desain protein yang berbeda secara sintetik yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan respon imun apabila diberi vaksin tersebut.
“Supaya respon imun yang dihasilkan lebih kuat jika dibandingkan dengan molekul yang tidak dimodifikasi,” ujarnya.
Ratih menuturkan saat ini proses pengembangan vaksin berada pada tahap awal yakni dalam proses memasukkan protein yang diambil dari bagian kecil protein spike dari virus SARS-CoV-2 penyebab pandemik COVID-19 ke dalam sel inang.
“Mudah-mudahan minggu ini kita sudah bisa mendapatkan konfirmasi dari tahapannya untuk dipindahkan ke dalam sel inang. Karena kalau sudah dipindahkan ke dalam sel inang, sel inangnya itu akan mampu menghasilkan protein tersebut sampai kapanpun,” tuturnya.
Peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Wien Kusharyoto menuturkan yang diambil dari bagian virus corona penyebab COVID-19 adalah receptor binding domain (RDB) yang merupakan bagian dari protein spike pada virus itu.
Ukuran RBD adalah sepersepuluh dari ukuran protein spike sehingga sangat kecil.
Kandidat antigen potensial dengan memanfaatkan RBD itu kemudian dibiakkan di dalam sel inang sehingga sel inang diharapkan dapat menghasilkan protein rekombinan yang menjadi bahan baku vaksin.
Dia mengatakan, kandidat vaksin akan melewati berbagai tahapan pengujian dan perizinan diantaranya tahap uji praklinis pada hewan, tahap uji klinis 1, 2, dan 3 pada manusia, perizinan hingga akhirnya produksi massal.
“Saya berharap kandidat vaksin ini dapat masuk uji praklinis di hewan pada semester pertama 2021,” katanya. (ant)