TARAKAN – Wacana pemerintah pusat menghapus tenaga honor tentu menjadi bahan pikiran bagi tenaga honorer yang masih mengabdikan dirinya bagi negeri ini. Bahkan, guru honor mengharapkan ada solusi terbaik dari pemerintah agar pekerjaan mereka sebagai honorer tidak hilang.
Seorang guru setingkat SMK di Kalimatan Utara, Agus Wiratno, S.Pd menuturkan penghapusan ini mesti dibarengi solusi dari pemerintah pusat. Misalnya, pegawai honorer yang sudah mengabdi diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Kalau diberhentikan sepihak ya pastinya keberatan, harus ada solusi dari pemerintah. Honorer yang lama maupun baru diangkat menjadi PPPK, itu bisa melegakan semua orang khususnya yang masa kerjanya lama dan statusnya masih tenaga honorer,” ungkap Ratno, sapaan akrabnya.
Menurutnya, jika penghapusan pegawai honorer tanpa ada solusi maka akan memberatkan kehidupannya ke depan, terlebih saat ini banyak mahasiswa yang sedang menyelesaikan pendidikannya dan dituntut bekerja sesuai latar belakang pendidikannya. “Belum lagi adik-adik kita yang masih kuliah jika lulus nanti harus bekerja apa jika tidak di bidangnya,” jelasnya.
Bila solusinya mesti mengikuit seleksi PPPK dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), di Kaltara saja tes CPNS dilaksanakan setahun sekali dan formasi guru tidak ada pada tes CPNS di 2020 ini, kondisi ini tentu sangat tidak diinginkan warga Kaltara yang memiliki kualifikasi sarjana pendidikan dan ingin menjadi abdi negara sebagai CPNS.
“Ditambah rekrutmen CPNS hanya setahun sekali dan formasi yang kosong tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Oleh karena itu, wacana ini harus di dalami sedalam-dalamnya sebelum diterapkan pemerintah,” ujar Ratno.
Tidak dapat dipungkiri, di sekolah negeri masih terdapat guru honor yang membantu beban guru yang berstatus PNS akibat kurangnya tenaga pengajar. Sehingga tenaga guru honorer sangat dibutuhkan di sekolah-sekolah.
“Di sekolah-sekolah masih banyak tenaga honorer, kalau tidak ada mereka, sekolah pasti pincang dan di instansi-instansi lain mungkin akan merasakan hal yang sama,” jelasnya.
Seperti diketahui, penghapusan atau penataan honorer di Indonesia ini sudah masuk pada masa transisi yang sudah mulai sejak 2018 lalu hingga 2023 nanti PNS di Indonesia sudah tidak ada sebagai honorer lagi.
“Jika dibatasi sampai tahun 2023, mungkin ada benarnya juga pemerintah merencanakan seperti itu, bisa jadi agar keuangan negara tetap stabil dan sehat, aku bisa paham itu tapi jangan sampai dari wacana ini muncul pahlawan kesiangan yang memanfaatkan, seperti janji-janji politik, kan tahun 2023 itu masuk tahun politik. Aku pribadi tidak pro dengan orang-orang yang memanfaatkan keadaan bukan demi kepentingan bersama,” urainya.
“Solusi yang menurutku terbaik adalah perlu diadakan survey atau jajak pendapat langsung kepada tokoh-tokoh pendidikan seperti Kadisdikbud, ketua PGRI, guru-guru PNS hingga guru-guru honorer terkait wacana itu,” tutupnya. (arz)