Marak Kasus Pelecehan Anak, Child Grooming jadi Perhatian Khusus

benuanta.co.id, TARAKAN – Maraknya kasus pelecehan terhadap anak yang dominan dilakukan oleh orang dewasa menjadi perhatian serius di berbagai kalangan. Salah satu modus yang sering digunakan pelaku adalah child grooming, sebuah proses manipulasi yang bertujuan untuk membangun kepercayaan dan hubungan emosional dengan anak sebelum melakukan pelecehan.

Akademisi Universitas Borneo Tarakan (UBT), Cici Ismuniar, S.Psi., M.Psi., psikolog mengungkapkan, grooming sering kali berlangsung secara halus sehingga orang tua atau pengasuh tidak menyadari apa yang sedang terjadi.

“Pelaku biasanya memberikan perhatian berlebih, hadiah, dan mencari kesempatan bertemu secara pribadi dengan anak. Tindakan ini sering kali tampak tidak mencurigakan bagi lingkungan,” ujarnya pada benuanta.co.id Sabtu (5/10).

Dalam banyak kasus, pelaku grooming memanfaatkan kebutuhan emosional anak dan membuat mereka merasa istimewa.

Baca Juga :  Prostitusi di Bawah Umur Persoalan Serius

“Anak menjadi percaya bahwa pelaku adalah teman yang baik atau figur yang melindungi mereka, sehingga mereka tidak curiga terhadap niat pelaku,” jelasnya.

Lanjut Cici, manipulasi emosional ini sering kali membuat korban merasa bersalah jika menolak permintaan pelaku.

Media sosial menjadi salah satu alat paling sering digunakan oleh pelaku untuk mendekati korban. Identitas palsu dan komunikasi intens di dunia maya memudahkan pelaku untuk berhubungan dengan anak-anak tanpa terdeteksi oleh orang tua.

“Orang tua perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak di media sosial dan menjaga privasi mereka,” tegas Cici.

Selain manipulasi emosional, pelaku grooming juga kerap menggunakan ancaman halus.

Baca Juga :  Basarnas Kerahkan Puluhan Personel dan Armada dalam Siaga SAR Nataru

“Pelaku bisa mengatakan ini rahasia mereka dan membuat anak takut untuk menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain. Manipulasi seperti ini sering terjadi tanpa disadari oleh korban,” tambahnya.

Anak-anak perlu diajarkan untuk mengenali tanda-tanda grooming dan membedakan antara perhatian yang sehat dan manipulatif. Menurut Cici, pendidikan tentang batasan yang sehat antara anak dan orang dewasa sangat diperlukan.

“Anak harus tahu pentingnya berbicara jika merasa tidak nyaman dan bahwa tidak semua perhatian orang dewasa itu baik,” jelasnya.

Grooming memiliki dampak jangka panjang yang serius bagi korban, termasuk trauma, kecemasan, dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan. Untuk itu, komunitas dan sekolah diharapkan dapat lebih aktif dalam memberikan edukasi tentang bahaya grooming serta menciptakan lingkungan yang aman bagi anak untuk melaporkan kejadian yang mencurigakan.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Ada 28 Kasus Kebakaran di Tarakan, Lalai jadi Faktor Utamanya

“Pelaku grooming bisa berasal dari latar belakang apapun. Tidak ada profil khusus yang bisa dijadikan acuan, sehingga kita harus lebih fokus pada perilaku mencurigakan, bukan demografi pelaku,” kata Cici.

Saat mulai dicurigai, pelaku sering kali berusaha mengalihkan perhatian atau menuduh orang lain untuk menutupi perbuatannya.

Sebagai upaya pencegahan, Cici menyarankan instansi pendidikan di sekolah untuk menyelenggarakan pelatihan bagi guru dan staf tentang cara mengenali tanda-tanda grooming dan pelecehan, serta membuat kebijakan tegas terkait interaksi antara orang dewasa dan anak-anak. (*)

Reporter: Maqbul

Editor: Ramli 

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *