benuanta.co.id, NUNUKAN – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nunukan terlilit hutang hingga puluhan miliar rupiah.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPDR Nunukan beberapa waktu lalu. Dalam penyampaian pihak RSUD Nunukan, total hutang tersebut sejak tahun 2021 lalu senilai Rp 42.287.779.060.
Sekretaris RSUD Nunukan, Saleh mengungkapkan, penumpukan utang terjadi pada 2021 sebesar Rp 3,5 miliar, lalu tahun 2022 naik menjadi Rp 8 miliar dan tahun 2023 Rp 30,7 miliar.
“Daru total utang tersebut, kita sudah membayar tagihan Rp17.317.596.362, sehingga tersisa Rp24.970.182.698,” kata Saleh.
Menurutnya, hutang tersebut dari hutang obat, bangunan, alat kantor, bahan medis habis pakai (BMHP), bahan habis pakai (BHP), dan lainnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Miskia mengatakan, sampai saat ini stok obat-obatan di RSUD sudah menipis. Bahkan, pihak vendor penyedia obat tak ingin menyuplai apabila hutang yang sebelumnya belum terbayarkan.
“Mereka mau melayani kalau hutang yang sebelumnya harus terbayarkan dulu,” katanya.
Diungkapkannya, hingga Mei 2024 ini pendapatan RSUD hanya Rp 4,4 miliar, sementara untuk tagihan air PDAM 5 bulan sekira Rp 520 Juta.
Bahkan, Oksigen untuk tiga bulan terakhir diakuinya belum juga dibayar yang perbulannya Rp 210 Juta. Selian itu, tagihan tagihan listrik PLN juga diakuinya belum terbayarkan.
“Begitupun dengan uang jasa pelayanan (Jaspel) dokter juga sudah tertunggak selama empat bulan di tahun 2024, sekira Rp 8 Miliar. Untuk Jaspel itu yang harus kita utamakan, karena sesuai ketentuannya 40 persen dari klaim BPJS Kesehatan,” jelasnya.
Terpisah, Ketua DPRD Nunukan, Hj Rahma Leppa mempertanyakan hutang yang sudah tertumpuk sejak 2021 lalu baru terungkap di tahun 2024.
Ia juga mempertanyakan kinerja Dewan Pengawas RSUD Nunukan yang seperti membiarkan hutang RSUD yang menumpuk.
Melihat persoalan ini, ia berharap Pemerintah Kabupaten Nunukan bisa segera menyelesaikan persoalan hutang ini.
“Harus diselesaikan walaupun secara bertahap, tim anggaran pemerintah daerah ini harus bicarakan di internal mereka untuk besaran yang harus dibayarkan,” tutupnya. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Yogi Wibawa