benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Utara (Kaltara) tidak lagi memonitor perkembangan kuota produksi batu bara yang diberikan pemerintah pusat. Hal ini sudah berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
“Kami tidak monitor lagi untuk kuota produksi batu bara,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Utara, Adi Hernadi, Kamis (18/1/2024).
Sebelumnya, Gubernur Kaltara disebut telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian ESDM pada tahun 2022. Namun, Kementerian ESDM tidak memenuhi permohonan yang dilayangkan.
Isi permohonan tersebut perihal adanya imbauan kementerian kepada perusahaan batu bara untuk menyampaikan sejumlah laporan ke pemerintah provinsi.
Surat permohonan tersebut dilatarbelakangi minimnya perusahaan yang berinisiatif menyampaikan laporan kegiatan pertambangan.
Hal ini diakui memang tidak terlepas dari terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, atau dikenal dengan Revisi UU Minerba. Dalam regulasi ini, perusahaan batu bara pemegang IUP hanya diwajibkan menyampaikan laporan kepada pemerintah pusat.
“Terkait laporan-laporan, Pak Gubernur sampai bersurat melalui kami ke Dirjen Minerba. Di mana pemerintah provinsi meminta supaya Dirjen Minerba menyampaikan ke pemegang IUP untuk menembuskan laporan ke kami,” ujarnya.
Surat permohonan Gubernur Kaltara disampaikan sejak Januari 2022 atau sebelum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara diterbitkan.
“Suratnya tertanggal 31 Januari 2022,” ungkapnya.
Secara teknis, pemerintah provinsi tidak lagi memiliki kekuatan hukum untuk menekan perusahaan menyampaikan laporan mereka. Oleh karena itu, perlu ada legitimasi dari Kementerian ESDM. Saat ini hanya beberapa perusahaan yang mau menyampaikan laporan tersebut.
Adi menyebutkan, surat permohonan ini dikarenakan ada beberapa data yang dibutuhkan pemerintah provinsi, yakni laporan produksi, laporan penjualan, serta laporan pelaksanaan dan Laporan Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) atau terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR).
“Kami khususkan tiga laporan itu, karena ada kepentingannya dengan pemda,” jelasnya.
Lebih lanjut, laporan produksi dan penjualan dibutuhkan sebagai dasar penghitungan Dana Bagi Hasil (DBH). Pemerintah provinsi membutuhkan data ini juga untuk mendapat kucuran DBH yang sepadan.
“Terkait dana bagi hasil, kan ada hitung-hitungannya. Bagaimana kita mau menghitung itu kalau tidak tahu berapa produksi dan berapa dijualnya,” tutupnya.(*)
Reporter: Ike Julianti
Editor: Ramli