benuanta.co.id, TARAKAN – Ratusan penonton Musik Alam Fest 2K23 tersihir melalui instrumen Indulung yang dimainkan musisi etnik internasional di Kebun Raya Bundahayati Bulungan pada Jumat (30/9/2023).
Suara alam kebun raya bundahayati yang dipadukan dengan harmonisasi musikalitas etnik membawa penonton terbuai dan hanyut dalam lantunan nada yang disajikan.
Dalam 60 menit, musisi Asal Paguntaka yang berhasil menapaki sejumlah panggung internsional di penjuru dunia berhasil menyajikan nuansa unik yang jarang dikonsumsi masyarakat luas.
Art Line Musik Alam Fest 2K23, Adam Alydrus menjelaskan sajian yang ditampilkan mengarah ke world musik dan dikombinasikan ke sejumlah elemen musik yakni musik Batak, Padang, Bali juga musik elektronik, jazz.
“Jadi sebenarnya lebih mengarah ke world musik maupun etnik. Saya menyebutnya seperti itu,” ucapnya saat di atas panggung.
Saat di atas panggung, Adam memperkenalkan alat musik Indulung yang merupakan hasil karya tangan dinginnya.
Berawal dari hobinya yang gemar berpergian ke penjuru dunia kemudian dikolaborasikan dengan hobi memproduksi alat musik guna memenuhi hasratnya untuk terus berkarya.
“Jadi, bagaimana caranya ketika traveling saya bisa main beberapa jenis musik dan bunyi-bunyian,” ungkapnya.
Indulung dapat menghasilkan 6 jenis suara saat dimainkan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk menambahkan jenis musik pada instrument Indulung.
“Saya tidak mau membatasi alat yang sudah jadi, saya terus menggali kemungkinan musik apa yang bisa ditambahkan pada Indulung,” terangnya.
Indulung terinspirasi dari instrumen sape, gambus, akordion. Uniknya, berhubung alat musik akordion memiliki bentuk yang besar jadi ia menambahkan kedalam indulung sebagai melodi.
Adam menerangkan, indulung mewakili beberapa suku di Indonesia. Akordion dan gambus mewakili suku pesisir, sape mewakili suku pedalaman dan kecapi mewakili sasando. Sementara kalimba mewakili negara Afrika dengan menggunakan material bambu.
Adam menilai apa yang ia sajikan tidak menabrak nilai seni yang ada. Jika dibahas masyarakat pun tidak mengetahui apakah yang dimainkan adalah musik pesisir atau musik pedalaman.
“Kecuali saya memainkan musik pesisir tapi saya masukkan musik elektronik, nah itu yang mungkin bisa menimbulkan kontara,” terangnya.
Seperti saat ini, ia memainkan musik konvensional atau musik barat dengan mengabungkan musik gambus. Malah apa yang ia sajikan menambahkan unsur musik daerah kedalam musik modern.
“Bukan kebalikannya, musik daerah dimasukkan unsur modern tentu akan menimbulkan problematikanya sendiri,” tuturnya.
Adam mengungkapkan, masyarakat internasional lebih menyukai sajian alami. Namun ada komunitas tertentu yang mengkombinasikan dengan musik lain.
“Kita makan keju, padahal itu bukan budaya kita tapi bagaimana caranya agar dapat masuk di lidah kita, jadi ada penyesuaian atau yang kita sebut alkulturasi budaya,” tutupnya. (*)
Reporter: Okta Balang
Editor: Yogi Wibawa