Persaingan Harga, Peternak Sapi Lokal Menjerit

benuanta.co.id, TARAKAN – Peternak sapi lokal mengeluhkan sapi yang dijual hari raya Iduladha tidak habis terjual lantaran hadirnya penjual sapi dari luar daerah dengan harga miring alias lebih murah.

Peternak sapi lokal, Ardianto menjelaskan peternak sapi lokal merugi akibat sejumlah pedagang sapi dari Gorontalo banting harga di Tarakan. Sehingga ia mengharapkan sapi dijual bukan sistem per ekor melainkan timbang hidup sapi.

Sistem timbang hidup sapi yang dimaksud Ardianto adalah sesuai bobot badan sapi yang akan dibayarkan pembeli.

“Jika pedagang luar tidak diberikan aturan seperti itu, maka peternak sapi lokal jelas akan mengalami kerugian,” ujarnya.

Ardianto mengaku dari 12 ekor sapi yang dimilikinya hanya 6 ekor yang terjual. Ia menelan kerugian Rp 17 juta selama satu tahun pemeliharaan ternak sapinya.

“Saya sudah rawat setahun, namun tidak habis terjual,” ucapnya.

Murahnya harga sapi dari pihak lain yang disebutkan Ardianto ini diduga pemasukannya ke Tarakan bukan melalui jalur resmi melainkan melalui jalur tikus atau selundupan.

Dugaannya itu diperkuat dengan masuknya belasan ekor sapi dari sungai Pamusian di belakang Pasar Tenguyun yang diangkut menggunakan kapal kayu. Tentu jalur ini tidak resmi seperti halnya melalui pelabuhan yang telah ditetapkan pemerintah.

“Saya cek bahwa sapi tersebut tidak ada penanda sapi di telinga, kan itu barang ilegal,” keluhnya.

Selain itu, Ardianto menceritakan sapi seorang temannya yang berasal dari Toli-toli diusir saat tiba di pelabuhan feri Kota Tarakan, lantaran tidak berdokumen. Di sisi lain, sapi lewat jalur tidak resmi seperti di belakang Pasar Tenguyun justru lolos dari pengawasan. Hal itu mengundang tanda tanya besar Ardianto. “Teman saya tidak memiliki surat karantina,” jelasnya.

Baca Juga :  Puncak Arus Mudik Nataru, 2.021 Penumpang Bertolak dari Pelabuhan Tunon Taka

Pedagang sapi Buol, Toli-toli, Andi menceritakan, sebanyak 57 ekor sapi yang dia datangkan ke Tarakan justru ditolak. Sedangkan sapi dari Gorontalo dan Toli-toli bisa masuk.

“Sapi saya dikatakan tidak memiliki surat lengkap. Saya dijanji besok surat-surat karantina jadi, begitu sapi sudah sampai di Tarakan surat tersebut tak kunjung datang. Toli-toli tidak mengeluarkan surat karantina, akibatnya pemerintah menolak sapi milik saya,” keluhnya.

Andi mengaku bahwa ia telah memenuhi sejumlah persyaratan, di antarannya surat vaksin, barcode telinga sapi, surat uji laboratorium, surat identitas vaksin, hanya surat karantina yang tidak dikeluarkan pemerintah.

“Alasan tidak dikeluarkan oleh pemerintah Toli-toli lantaran tidak ada tembusan yang menerima di Kota Tarakan. Padahal dalam surat disebutkan vaksin nominal satu kali, karantina 14 hari, maka sapi bisa diberangkatkan ke wilayah, apalagi surat labnya lengkap,” ungkapnya.

Peternak sapi lokal Tarakan, Makmur membenarkan adanya pihak yang menjual sapi dengan harga Rp 25 juta per ekor. Padahal sapi yang mereka jual dibanderol seharga Rp 35 juta per ekor.

“Ada yang banting harga, penjual sapi asal Gorontalo ini menjual di bawah harga. Mereka menjual harga yang murah Rp 24 juta sampai Rp 25 juta per ekor,” imbuhnya.

Makmur menilai terdapat persaingan yang tidak sehat soal penetapan antara pedagang sapi asal Gorontalo dengan peternak lokal Tarakan.

“Artinya petani lokal dimatikan, saya punya 30 ekor sapi, yang terjual hanya 2 ekor sapi,” imbuhnya.

Baca Juga :  Jelang Nataru, BPOM Tarakan Awasi Peredaran Produk Pangan

Klarifikasi Karantina Pertanian Tarakan 

Soal sapi yang diturunkan bukan di pelabuhan resmi seperti Sungai Pamusian belakang Pasar Tenguyun diakui Balai Karantina Pertanian Tarakan tak terdeteksi oleh pihaknya. Dipastikan sapi tersebut tidak melalui prosedur yang ditetapkan pemerintah atau ilegal.

Beda kasus dengan sapi yang dibongkar dari kapal di sungai dekat Bandara Juwata Tarakan. Menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan, Ahmad Mansuri Alfian, sapi tersebut berasal dari Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Status sapi tersebut dilengkapi dengan sertifikat resmi karantina.

‘’Itu sebabnya mereka izin untuk menurunkan sapi di pelabuhan yang tidak resmi karena kondisi kapal dan kami mengetahui hal tersebut, hanya saja kejadiannya malam dua hari pra iduladha selebihnya (bongkar belakang Pasar Tenguyun) saya tidak mengetahui hal tersebut,’’ terangnya, Senin (10/7/2023).

Ihwal dugaan masuknya sapi melalui jalur tikus pihaknya akan kembali melakukan penelusuran terhadap informasi tersebut. Ia akan mencocokkan nantinya apakah sapi yang dimaksud telah diketahui oleh pihaknya atau sebaliknya.

‘”Biarkan kami menelusuri apakah ada dokumentasi perihal sapi ilegal dan dijual kemanakah sapi tersebut, jika terbukti akan kami tindak karena risiko masuknya penyakit akan besar, namun, setahu kami tidak ada sapi yang masuk secara ilegal,’’ ucapnya.

Perihal lalu lintas hewan terdapat peraturan yang mengikat hal tersebut. Dalam Undang-Undang (UU) tahun 21 tahun 2019 tentang karantina disebut bahwa sapi yang dilalulintaskan dari provinsi ke provinsi lain wajib dilengkapi dengan sertifikat kesehatan, selanjutnya dilaporkan dan diserahkan dan masuk ke dalam pengolahan.

Selain itu, terdapat peraturan Menteri Pertanian nomor 17 tahun 2023 tentang tata cara pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan dan media pembawa penyakit hewan. Disebutkan bahwa harus dilengkapi dengan sertifikat veteriner dari otoritas veteriner provinsi atau otoritas veteriner kabupaten atau kota. Dan harus melengkapi persyaratan kesehatan hewan yang ditetapkan oleh wilayah tujuan.

Baca Juga :  2019-2023, Jumlah Pelanggan PDAM di Kaltara Meningkat 26.696

Alfian menerangkan, sapi yang berasal dari Toli-toli sudah melengkapi sejumlah surat, namun tidak memiliki sertifikat veteriner dari Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Sertifikat veteriner akan terbit jika mendapatkan rekomendasi tembusan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Kaltara.

Ia mengakui bahwa sejumlah pemilik sapi tersebut memiliki surat rekomendasi, namun hal tersebut dikeluarkan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Tarakan namun surat tersebut tidak cukup.

“Namun hal tersebut merupakan lalu lintas antar provinsi yaitu Provinsi Sulteng dan Provinsi Kaltara,’’ bebernya.

Surat veteriner bukanlah kewenangan dari Balai Karantina Pertanian melainkan merupakan pengawasan dari pejabat otoritas veteriner. Berdasarkan laporan dari Balai Karantina Toli-Toli, pemilik sapi tersebut tidak memiliki sertifikat veteriner yang dikeluarkan dari Provinsi Sulteng.

“Sepanjang sapi itu sehat, bagi kami itu sudah cukup, tetapi ada aturan lain yang bukan merupakan kewenangan kami,’’ tutupnya.

Tim benuanta.co.id memperoleh informasi jika pemasukan sapi dari luar daerah ke Tarakan melalui jalur yang tidak resmi ada dugaan pungli yang melibatkan oknum pejabat daerah.

Dinas Pertanian Kota Tarakan saat hendak dikonfirmasi, belum bisa merespons pertanyaan pewarta dengan sejumlah alasan hingga menjanjikan Selasa (11/7) bisa ditemui.(*)

Reporter: Okta Balang

Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *