benuanta.co.id, Nunukan – Curah hujan yang meningkat belakangan ini menyebabkan beberapa wilayah terendam banjir. Salah satunya di wilayah Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan. Beberapa wilayah di Kecamatan Sembakung terendam banjir akibat luapan air sungai.
Kasubid Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD Nunukan, Mulyadi menerangkan banjir yang terjadi dibeberapa Kecamatan di Nunukan bukanlah persoalan baru. Hal ini lantaran bencana ini seolah sudah menjadi banjir musiman yang kerap terjadi. Jika biasanya banjir musiman ini melanda beberapa desa di Sembakung setiap tiga tahun sekali, namun kini dalam waktu satu tahun musibah tersebut bisa terjadi hingga tiga kali.
“Sebenarnya ini sudah seperti banjir musiman, hanya saja intensitasnya yang semakin meningkat. Kalau dulu itu biasa 3 tahun sekali baru banjir, tapi kalau sekarang dalam satu tahun ini bisa sampai 3 hingga 4 kali terjadi di Sembakung,” kata Mulyadi kepada benuanta.co.id, Selasa (30/5/2023).
Dilanjutkannya, banjir ini biasanya menerpa warga di Kecamatan Lumbis Hulu, Lumbis Pensiangan, Lumbis Ogong, Lumbis, Sembakung dan Kecamatan Sembakung Atulai. Banjir yang terjadi ini berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah, Malaysia. Kemudian mengalir ke Sungai Pampangon lalu ke Sungai Lagongon ke Pagalungan yang masih wilayah Malaysia. Setelah di Pagalungan, aliran sungai kemudian memasuki wilayah Indonesia melalui Sungai Labang, Sungai Pensiangan dan Sungai Sembakung.
“Untuk saat ini banjir terjadi di Desa Atap dan dua RT di Desa Tembelunu di Kecamatan Sembakung,” ucapnya.
Mulyadi mengungkapkan, intensitas banjir yang terjadi di Sembakung diakuinya disebabkan oleh beberapa faktor selain akibat banjir kiriman dari Negera tetangga Malaysia, faktor lainnya disebabkan oleh adanya penebangan hutan liar, pengalihan fungsi hutan mulai dari pembangunan pemukiman warga, industri, pembukaan perkebunan baik di Malaysia mapaun di Indonesia seperti kelapa sawit, kemudian terjadi pendangkalan sungai. Sehingga tidak ada yang menampung atau menyanggah air sehingga ketika hujan maka akan langsung terjadi banjir.
Tidak hanya banjir, Mulyadi menyampaikan, jika akibat dari penebangan hutan liar yakni dapat menyebabkan kebakaran hutan (Karthula), longsor bahkan hingga menyebabkan bencana puting beliung. Dikatakannya, untuk solusi atas bencana ini, hanya bisa dilakukan dengan pembentukan Desa Tanggup Bencana, kemudian sejumlah rumah warga yang berada di bantaran sungai tersebut membuat tempat penyimpanan barang sehingga ketika banjir langsung mengevakuasi perabotan di tempat tersebut.
Sedangkan, untuk solusi jangka panjang yang paling tepat yakni relokasi warga ketempat pemukiman yang lebih tinggi, akan tetapi yang masih menjadi persoalan yakni tidak semua warga bersedia direlokasi.
“Dari BNPB juga sudah mengusulkan untuk dilakukan relokasi, hanya saja persoalannya tidak semua warga mau untuk di relokasi mereka lebih memilih tinggal di daerah tersebut,” jelasnya. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Nicky Saputra