benuanta.co.id, NUNUKAN – Meski Nunukan sebagai penghasil komoditi rumput laut terbesar di Indonesia, akan tetapi tidak bisa dipungkiri jika botol sebagai pelampung dari budidaya tersebut juga menjadi salah satu penyumbang limbah plastik di laut.
Bahkan, di sepanjang pesisir pantai bahkan di bawah perumahan warga yang bermukim di daerah pesisir pantai, tumpukan botol plastik bekas pelampung rumput laut bukanlah pemandangan yang baru.
Selama ini, penggunaan botol sebagai pelampung rumput laut biasanya digunakan pembudidaya hanya 2 sampai 3 siklus panen. Yang mana, setelah itu ribuan botol yang tidak digunakan lagi tersebut akan dibuang begitu saja sehingga menyebabkan pencemaran laut.
Menanggapi persoalan ini, Menteri Kelautan Dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pengendalian limbah yang dihasilkan dari budidaya rumput laut juga menjadi salah satu atensi dari Pemerintah Pusat.
“Pemerintah terus mendorong pengembangan rumput laut yang berbasis kelestarian lingkungan untuk meminimalisir potensi mikro plastik yaitu dengan menggunakan batok kelapa,” kata Sakti Wahyu Trenggono, saat ditemui disela-sela kunjungannya di Nunukan.
Dikatannya, budidaya berbasis kelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan tidak menggunakan botol plastik sebagai tali pengikat rumput laut, sehingga digantikan dengan batok kelapa yang lebih ramah lingkungan.
Menurutnya, di wilayah Nunukan pengembangan rumput laut berbasis kelestarian lingkungan bisa diterapkan untuk meminimalisir limbah plastik di laut. Dicontohkannya, pelampung dari batok kelapa sudah dilakukan di laut Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Untuk petani di Nunukan bisa juga melakukan budidaya dengan batok kelapa seperti yang sudah ditetapkan di laut Wakatobi, batok kelapa ini juga bisa digunakan sebagai pelampung dalam kurun waktu cukup panjang dan tentunya ini bisa mengurangi limbah plastik dari rumput laut,” ungkapnya.(*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Ramli