benuanta.co.id, TARAKAN – Mengupas soal pendidikan di Kota Tarakan, masih saja terhembus polemik aliran saksi-saksi Yehuwa yang dianut beberapa peserta didik di sekolah negeri.
Hal ini diharapkan berbagai pihak agar dapat ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI, dengan harapan seluruh peserta didik dapat menjalankan hak dan kewajibannya mengenyam pendidikan sesuai aturan negara.
Melalui Konferensi Studi Lokal (KSL) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tarakan di Ballroom Hotel Galaxy, terdapat satu tema yang dibahas yakni “Diskursus Pendidikan, Telah Merdeka Belajar dan Moderasi Beragama”.
Kegiatan yang dipantik oleh Disdik Kota Tarakan, Kemenag Kanwil Kaltara, Disdikbud Provinsi Kaltara dan FKUB Kaltara sempat memberikan respon terhadap polemik pendidikan yang melibatkan beberapa siswa penganut aliran Saksi-saksi Yehuwa.
Menjelaskan hal tersebut, Kabid Bimas Kristen Kemenag Kanwil Kaltara Dr. Uluk Ujung, M.Pak menerangkan secara institusi, Saksi-saksi Yehuwa itu terdaftar di Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI dan juga memiliki keputusan dari Kejaksaan Agung bahwa mereka bagian dari agama Kristen.
“Saksi bukan keyakinan, namun mereka tergabung dengan Kristen. Tetapi yang jadi masalah, dalam praktiknya secara keyakinan mereka itu terpisah atau berbeda dengan keyakinan Kristen,” jelas Dr. Uluk Ujung, M.Pak kepada benuanta.co.id, Rabu (7/8/2022).
Terpisahnya ajaran Saksi Yehuwa dengan ajaran Kristen, dinilai Kemenag mensinyalir tindakan yang menyimpang di beberapa sekolah negeri, seperti beberapa siswa tidak berkenan hormat bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia raya.
Bahkan yang sempat menjadi atensi publik, ketiga siswa di SDN 051 diketahui tidak berkenan mengikuti Pendidikan Agama Kristen yang notabenenya sesuai dengan kurikulum pendidikan.
“Padahal dalam ajaran Kristen itu jelas dalam Alkitab bahwa pemerintah adalah wakil Allah yang harus ditaati. Kalau tidak menaati, berarti dia bukan penganut keyakinan Kristen,” tambah Uluk.
Kemenag menegaskan, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) wajib mengikuti aturan yang berlaku di negara ini. Dia menjabarkan bahwa ada 6 agama yang diakui negara, apabila terdapat siswa yang mengaku di luar dari 6 agama tersebut atau Saksi Yehuwa, maka itu (Saksi Yehuwa) bukan dikatakannya agama, karena secara hukum Saksi Yehuwa terdaftar sebagai bagian dari agama Kristen.
Pihaknya pun menjelaskan, bahwa konsekuensi logisnya, semua siswa yang menganut Saksi-saksi Yehuwa patut mengikuti semua aturan tata cara Pendidikan Agama Kristen di sekolah.
Lebih lanjut, terkait langkah yang bisa dilakukan Kemenag kata dia tetaplah berdasarkan aturan dan kewenangan.
Uluk membeberkan, bahwa Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI merupakan bagian dari pemerintah, sehingga tidak bisa mengambil langkah layaknya mengeluarkan legalitas Saksi-saksi Yehuwa dari Bimas Kristen.
“Harus ada data dan usulan dari lapangan seperti dari PGI, PGPI, PGLII dan FKUB. Apa yang terjadi di daerah terkait Saksi Yehuwa, misalnya mengganggu hubungan masyarakat dan kerukunan umat beragama, bisa disampaikan ke Dirjen Bimas Kristen. Supaya bisa ditinjau ulang legalitas Saksi-saksi Yehuwa, bagaimana supaya bisa dicabut. Kalau dia membuat masalah besar di masyarakat, itu dasarnya bisa dicabut,” urai Uluk.
Dengan dasar tersebut, menurutnya Dirjen Bimas Kristen dapat mengambil langkah untuk mengkoordinasikan ke Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang keputusan tersebut.
“Data-data di lapangan seperti itu bisa ditinjau ulang, kalau dia tidak mengikuti aturan negara akan menjadi catatan untuk dicabut,” ucapnya usai kegiatan.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Kota Tarakan yang sempat menangani persoalan pendidikan yang dialami beberapa peserta didik penganut Saksi Yehuwa, hingga saat ini pihaknya memberlakukan kewajiban peserta didik menandatangani surat pernyataan Tata Tertib sekolah.
Pernyataan tersebut berisikan kesiapan peserta didik untuk mengikuti penyelenggaraan pendidikan sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
“Sudah kita lakukan sejak dulu, sebelum siswa masuk ke sekolah kita perlu siapkan surat pernyataan bagi seluruh siswa. Bukan hanya bicara soal aliran beragama, tapi ada pernyataan yang mengatur ketika mereka tidak mengikuti tata tertib berarti mereka tidak siap mengikuti ketentuan pendidikan,” ungkap Kasi Pembina PAUD Disdik Kota Tarakan, Kamal yang juga mantan Kepala SDN 051 Tarakan.
Melalui surat pernyataan tersebut, apabila suatu saat terdapat kasus, pihaknya akan mengembalikan sesuai pernyataan siswa yang siap mengikuti tata tertib yang berlaku termasuk kurikulum pendidikan yang ada.
“Saya sepakat dengan Bimas Kristen Kanwil Kemenag Kaltara, jika tidak mau silahkan cari sekolah yang bisa mengakomodir, tetapi jangan mengganggu sekolah yang sudah bernaung dengan aturan negara ini,” cetusnya.
Terkait kedudukan Saksi-saksi Yehuwa dalam legalitas Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI, Kamal tak ingin mencampuri lebih jauh. Hanya saja ia mengaku cukup lama menyelesaikan persoalan pendidikan yang berkaitan dengan peserta didik penganut Saksi Yehuwa sewaktu menjabat kepala sekolah.
Disdik juga mendorong agar Kemenag di daerah menguraikan secara komperhensif persoalan pendidikan yang dialami beberapa siswa penganut Saksi Yehuwa kepada Ditjen Bimas Kristen. Pihaknya berharap hal itu agar dapat menemukan titik solusi jangka panjang mengenai penganut Saksi Yehuwa di negara ini.
“Saya hanya memberikan masukan, silahkan dikaji kembali jika Saksi Yehuwa tidak bertentangan dengan teologi agama Kristen mengapa tidak welcome saja, tetapi jika bertentangan maka itu berkaitan dengan akidah. Sekali lagi, moderasi beragama bukanlah pendangkalan akidah,” sebutnya.
Penyelenggara Focus Group Discusion (FGD) GMKI Cabang Tarakan tentu berfokus agar jalannya pendidikan senada dengan spirit Mendikbud Nadiem Makarim yakni Merdeka Belajar. Namun demikian juga, GMKI menekankan pentingnya Pendidikan Agama di sekolah-sekolah bagi seluruh siswa.
Ihwal permasalahan siswa penganut Saksi Yehuwa yang dikabarkan tidak dapat mengikuti ketentuan sekolah beberapa waktu lalu, ia mengharapkan agar hak pendidikan siswa tersebut tetap dicarikan solusi.
Bahkan, GMKI Tarakan juga meminta Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI turun langsung agar mengetahui persoalan pendidikan yang dialami beberapa siswa penganut Saksi Yehuwa. Pihaknya mendorong Kemenag dapat memberikan evaluasi dari berbagai permasalahan tersebut.
“Rekomendasi khusus kami adalah Bimas Kristen Kemenag RI agar memberikan atensi terhadap aktivitas Saksi-saksi Yehuwa di dunia pendidikan yang ada di daerah. Harus dievaluasi kembali terkait Saksi-saksi Yehuwa di Kemenag RI,” tutup Sekretaris BPC GMKI Tarakan, Agung Wiranto. (*)
Reporter: Kristianto Triwibowo
Editor: Matthew Gregori Nusa