benuanta.co.id, TARAKAN – Ranjau sisa Perang Dunia (PD) ke-II masih terdapat di beberapa wilayah di Kalimantan Utara (Kaltara) salah satunya di Perairan Tarakan-Bunyu.
Mengenai hal itu, beberapa instansi di lingkungan Porvinsi Kaltara melakukan rapat koordinasi di Kantor Navigasi Tarakan pada Jumat, 10 Juni 2022.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltara, Rukhi Syayahdin menuturkan bahwa akan melakukan pembukaan alur sepanjang 300 meter di wilayah Tarakan menuju Bunyu. Menurutnya karena ini bukan alur pelayaran yang besar jadi tidak perlu ketetapan dari Kementrian Perhubungan.
“Kami diberikan informasi dari rapat kemarin ternyata banyak ranjau. Jadi, kami tidak bisa menjamin. Makanya kami akan berlari cepat, dalam waktu dekat akan memanggil pihak instansi yang berkaitan,” tuturnya, Sabtu (11/6/2022).
Rukhi berharap bahwa permasalahan ranjau ini bisa terlebih dulu diselesaikan, barulah menyusul permasalahan lainnya. Adapun untuk pembahasan lanjutan juga untuk memastikan leading sektor yang bisa menyelesaikan permasalahn ranjau, apakah di Dinas Perhubungan atau melalui Navigasi.
Selain itu, pihaknya akan melakukan pengukuran untuk sekitar 300 meter alur yang akan dibuka ini berarti berapa ranjau yang akan dinetralkan.
“Sebenarnya skala prioritas yang 300 meter itu dulu. Baru bisa bebaskan jalur pelayaran. Kami sudah siap sebenarnya. Tapi, kalau bicara masalah keselamatan jangan sampai ranjau ini malah menimbulkan korban jiwa, apalagi ini sudah digunakan selama puluhan tahun,” bebernya.
Terpisah, menyoal ranjau sisa perang duni kedua, Komandan Satuan Patroli Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XIII Tarakan, Letkol Laut (P) Sahatro Silaban menerangkan bahwa hingga saat ini wilayah tersebut belum pernah dibersihkan. Pihaknya pun akan bersedia membersihkan ranjau tersebut dengan memetakan berdasarlan peta laut Indonesia.
“Ada tekniknya sendiri, wilayah seberapa melakukan pencarian baru dilakukan disposal (penghancuran) atau dimarking atau diambil,” terang dia.
Dalam peta yang dibuka dalam rapat, Peta Laut Indonesia nomor 256 kata dia ada wilayah yang cukup luas belum dilakukan pembersihan.
Jika dilihat wilayah timur Pulau Tarakan yang merupakan daerah tempat pertahanan Belanda dan Jepang maupun tempat pendaratan saat perang dunia kedua.
“Ranjau ini berbahaya sekali, karena untuk pertahanan militer dulunya. Sampai sekarang kami tidak tahu seperti apa ranjaunya di bawah itu,” tukasnya.
“Ranjau jenis apa belum tahu, harus ada survei di sana. Pastinya bahan peledak, selama itu tidak di identifikasi dan tidak di disposal, masih ada kerawanan akan meledak. Apalagi petani rumput laut atau yang menggunakan pelayaran,” urainya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kaltara, Albertus Stefanus Marianus mengungkapkan ada beberapa point yang dianggap perlu dievaluasi. Ke depan pihaknya juga akan mengadakan hearing intuk mengundang instansi terkait.
“Nanti secepatnya bersama Komisi II dan gabungan Komisi DPRD Kaltara. Padahal Dinas DKP banyak rencana, tapi ternyata ada masalah baru, menyangkut keamanan. Akhirnya bicara keselamatan dulu. Apalagi pembudidaya rumput laut berada di wilayah tersebut,” tutup dia. (*)
Reporter : Endah Agustina
Editor : Nicky Saputra