benuanta.co.id, NUNUKAN – Tren thrifting pakaian bekas impor atau rombengan asal Malaysia yang masuk ke Indonesia melalui Nunukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), masih dijual bebas di tengah masyarakat.
Bahkan, pesona rombengan ini menjadi trending karena banyak diminati masyarakat. Di samping dari segi harga sangat terjangkau, kemudian dari kualitasnya juga tak kalah dengan brand Indonesia.
Padahal selain pemerintah Malaysia hingga kini masih melakukan penerapan lockdown, pemerintah Indonesia juga melarang penyeludupan pakaian bekas impor dengan alasan kesehatan hingga untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat. Serta melindungi hak kekayaan intelektual.
Kepala Kantor Bea Cukai Nunukan, Chairul Anwar melalui Pemeriksa Bea dan Cukai Pertama, Hadi Mulyono, mengatakan setiap pelaku perjalanan yang membawa pakaian bekas akan dilakukan pengawasan ketat, baik dari jalur resmi maupun ilegal.
Misalnya, secara resmi di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan akan diawasi oleh Bea Cukai karena telah menyiapkan mesin X-ray yang dapat membedakan barang terlarang atau tidak di dalam koper penumpang. Begitu juga jalur ilegal yang akan dilakukan penjagaan pada akses di pelabuhan tikus untuk mengawasi dalam pencegahan tindak kejahatan.
“Memang trennya pelintasan saat ini telah berubah, sejak Malaysia lockdown. Dulu ya sebelum di tutup, pasti ada saja yang kita dapatkan seperti penyeludupan narkoba dan lainnya, melalui pemeriksaan Bea Cukai di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan,” kata Hadi Mulyono, Senin (7/3/2022).
Pengawasan maupun pencegahan yang dilakukan Bea Cukai bersama lintas sektor untuk menekan oknum nakal yang meloloskan penyeludupan barang ilegal tersebut adalah akan bersinergi dengan instansi terkait.
“Masuknya barang Ilegal ini menunggu saat kita lengah, kebanyakan pada dini hari. Apalagi pintu masuk atau jalan tikus wilayah Sebatik cukup banyak sekali, baik darat maupun lautnya. Tapi sepanjang kita temukan pasti kita tindak,” tegasnya.
Lanjut dia, penyeludupan pakaian bekas impor dari Malaysia yang banyak beredar bukan lagi melalui Sebatik, namun langsung dari Sungai Melayu, Malaysia ke Kota Tarakan.
“Mereka gunakan kapal cepat, sedangkan sarana prasarana kita tidak mumpuni untuk kecepatan pengejaran,” jelasnya.
Selain sarana prasarana yang dimiliki masih minim, ia juga mengakui keterbatasan jumlah personel. Seperti di Sebatik hanya dua orang pengawasan dan tiga orang pelayaran ekspor impor barang resmi yang siap berjaga.
“Pola orang-orang yang menyeludupkan pakaian bekas impor masuk ke Indonesia melalui Nunukan, selain berpindah-pindah speedboat buat mengelabui petugas. Mereka juga masuk area Malaysia sehingga tidak dapat dilakukan pengawasan, karena sudah masuk area negara lain,” terangnya.
Mengenai adanya indikasi permainan antara oknum pelaku usaha dan petugas pengawasan barang ilegal di perbatasan. Ia menegaskan tidak akan menegosiasikan pelanggaran hukum yang telah berlaku, sekalipun itu oknum aparat penegak hukum.
“Dasar hukum yang melanggar Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Aturan ini menyebutkan bahwa pakaian bekas asal impor berpotensi membahayakan kesehatan manusia, sehingga tidak aman untuk dimanfaatkan dan digunakan oleh masyarakat. (*/tim)