benuanta.co.id, TARAKAN – Pemandangan anak-anak di bawah umur berjualan bukan lagi menjadi suatu yang tabu di Kota Tarakan. Anak-anak ini biasa ditemui di kafe, restoran bahkan tak jarang mereka juga berkeliaran sambil membawa dagangannya di trotoar dan lampu merah.
Belum lama ini Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kota Tarakan mengamankan anak-anak ini dan membawa ke Sedungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB). Namun, tampaknya hal tersebut belum menimbulkan efek jera kepada orang tua anak sehingga masih ada ditemui anak-anak yang berjualan hingga larut malam.
Kepala Dinas DP3A-P2KB, Hj. Maryam dalam hal ini menjelaskan, tidak adanya efek jera tadi karena belum adanya sanksi atau peraturan yang mengikat dari Pemerintah Kota Tarakan.
“Di Undang-undang tidak diatur secara teknis, kecuali yang benar-benar bekerja dengan waktu dan gaji yang ditentukan, kalau asongan belum diatur, jadi boleh diatur dalam Peraturan Wali Kota kah, Perda kah agar orang tua yang terlibat itu bisa kita sanksi,” jelasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (21/2/2022).
Diakui Maryam bahwa selama ini Pemkot Tarakan belum mengatur hal tersebut. “Bisa aja nanti modelnya tindak pidana ringan, seperti orang buang sampah sembarangan nanti akan disidang dan didenda, kalau tidak sanggup ya kurungan badan,” tuturnya.
Dinas ini tengah mengupayakan pengajuan peraturan tersebut. Mengingat kerap kali ia mendapati anak dan orang tua yang sama setiap kali ditertibkan oleh petugas Satpol PP.
“Artinya pengawasan orang tua tidak ada, bahkan ada juga orang tua yang memang memaksa anak berjualan. Hampir semua anak itu juga putus sekolah, paling cuma dua tiga orang yang sekolah diusia yang masih 13 tahun,” katanya.
“Kita masih ancang-ancang untuk membuat itu (Perda, red) karena kita perlu referensi ke daerah lain seperti apa,” sambungnya.
Perempuan yang akrab disapa Bunda itu menuturkan, belum menemui kendala dalam penyusunan rencana perda ini karena baru hendak memulai.
“Referensi daerah misalkan seperti di Solo, itu cukup bagus, seperti daerah lain seperti Surabaya, supaya kita tidak bertentangan juga dengan undang-undang yang lebih tinggi,” tukasnya.
Sementara untuk target penyelesaian perda ini yang nantinya akan diajukan terlebih dahulu ke bagian Hukum Pemkot Tarakan, ditargetkannya sekitar lima bulan.
“Kita belum ajukan ke Kabag Hukum, selama perda belum terbentuk kita akan edukasi terus kita jaring terus anak-anak yang masih berjualan. Paling lima enam bulan lah kita ajukan, kan tidak mudah menggarap peraturan seperti itu, takutnya keliru kalau buru-buru,” tutup Maryam. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli