SEBAGAI daerah perikanan, Kalimantan Utara (Kaltara) bisa dikatakan menjadi salah satu provinsi dengan penyumbang hasil ekspor perikanan di Indonesia. Salah satunya adalah udang yang hingga saat ini menjadi primadona di kalangan perekonomian masyarakat Kaltara. Mulai dari hasil tangkap nelayan hingga budidaya petani pertambakan. Meski belum menjadi yang utama, namun Kaltara dipercaya memiliki potensi sebagai daerah penghasil udang ekspor terbaik di Indonesia.
POTENSI Kaltara sebagai daerah pengekspor udang tak lagi diragukan. Kaltara sudah sejak lama menjadi daerah penghasil udang windu, yang tentunya sebagai udang ekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika, dan Taiwan. Kaltara merupakan salah satu provinsi dengan nilai ekspor udang terbesar di Indonesia dengan nilai mencapai USD 87,9 juta atau 5,64% (posisi 6) dari total seluruh ekspor udang di Indonesia. Adapun udang komoditas utama yang diekspor Kaltara adalah udang windu (Black Tiger).
7 daerah utama pengekspor udang dari Indonesia; 1. Jawa Timur USD393,3 juta (25,23%), 2. Jakarta USD 335,1 juta (21,50%), 3. Banten USD 295,9 juta (18,99%), 4. Lampung USD 119,9 juta (7,69%), 5. Sumatera Utara USD 101,0 juta (6,48%), 6. Kalimantan Utara USD 87,9 juta (5,64%), dan 7. Sulawesi Selatan USD 57,7 juta (3,70%).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara, ekspor udang windu cenderung stabil sejak 2017- Maret 2021. Adapun tujuan ekspor udang windu tersebut diantaranya Amerika (12,42%), Taiwan (5,48%) dan Jepang (82,10%). Pada triwilan II, BI Kaltara memprediksi ekspor udang windu dari Kaltara akan meningkat sejalan dengan adanya periode “Golden Week” di Jepang.
Data yang dihimpun oleh Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Tarakan, antara tahun 2019 dengan tahun 2020 terjadi peningkatan ekspor udang dari Provinsi Kaltara. Pada 2019, jumlah udang yang diekspor dari Kaltara sebanyak 9.229.622,71 kg dengan nilai Rp 1.406.013.740.961,81. Sedangkan pada tahun 2020, ekspor udang dari Kaltara sebanyak 9.821.272,82 kg dengan nilai Rp 116.461.037.305,84. Artinya terjadi peningkatan ekspor.
Jika dicermati, kondisi pandemi Covid-19 pada awal 2020 tidak mempengaruhi peningkatan jumlah eskspor udang dari Kaltara. Terbukti valume ekspor malah meningkat. Data ekspor udang dari Kaltara pada tahun 2021 belum dapat dibuat perbandingan karena tahun masih berjalan. Januari-Mei 2021, melalui BKIPM Tarakan sebagai instansi yang memastikan udang yang diekspor sudah berhasil mengekspor sebanyak 4.051.874,82 kg senilai Rp 583.539.965.706,09.
Kepala BKIPM Tarakan, Umar mengatakan, komoditi udang unggulan dari Tarakan adalah udang jenis udang windu atau black tiger. Sementara dari daerah lain di Indonesia udang paname menjadi komoditi udang unggulan untuk diekspor ke Jepang, Amerika maupun Uni Eropa. Sehingga udang windu sebagai komoditi hasil perikanan yang diekspor dari Kaltara ini patut dipertahankan. Menurut Umar, udang jenis lain seperti paname tidak diperkenankan masuk ke Kaltara demi menjaga nilai udang windu untuk produk yang dapat diekspor kecuali udang paname ke Kaltara untuk kepentingan penelitian (research).
“Kita salah satu daerah pengekspor udang dari Indonesia, volume ekspor udang windu dari Kaltara cukup besar ya dan udang yang diekspor cukup spesifik ya karena masih udang windu, sementara di daerah lain ekspornya udang paname, sehingga kita harus mempertahankan komoditi udang windu. Termasuk kebijakan dari kementerian untuk kita yang di Tarakan, kita memang diperuntukkan udang windu, makanya kalau udang paname masuk tidak diperbolehkan kecuali untuk kebutuhan penelitian,” ungkap Umar kepada Koran Benuanta.
Bicara soal kualitas udang windu dari Kaltara, dikatakan Umar sampai saat ini kualitasnya masih bagus. Hal itu dibuktikan dengan masih diterimanya udang ini diekspor ke negara-negara Uni Eropa, Jepang dan Amerika yang dikenal cukup ketat mereka terkait standar mutu atau kualitas udang yang masuk ke negaranya.
“Kualitas udang windu yang diekspor bisa dijamin, masih bagus sesuai standar mutu yang ada, terbukti selain diekspor ke Jepang, tujuan ekspor kita dan Uni Eropa dan kita tahu Uni Eropa suatu negara yang cukup ketat dengan standar mutu yang ada, termasuk Jepang dan Amerika. Standar mutu udang yang kita ekspor dalam keadaan terkendali dan jaminan mutunya kita bisa pertanggung jawabkan,” jelasnya.
“Dibandingkan dengan daerah lain udang kita jauh lebih bagus karena memang terbukti, kalau sudah diterima di Jepang dan Uni Eropa itu artinya indikator udang kita bagus. Disana (negara tujuan eskpor) sangat cerewat karena mereka akan datang ke Indonesia melihat ke kita disini bagaimana prosesnya, makanya saya bilang ke petani tambak, tolong pertahankan nama kita organik,” tambahnya.
Lanjut Umar, organik yang ia maksudkan bagaimana proses pemeliharaan. Jika terdapat tambak menggunakan bahan kimia maka tidak dapat disebut organik. BKIPM menilai saat ini kecenderungan sudah mulai ada di Kaltara informasi petani tambak menggunakan bahan kimia, ini sangat disesalkan bila benar informasi tersebut. Ia menjelaskan, konsumen dari luar negeri jika datang meninjau daerah asal udang tersebut mereka akan mendatangi toko-toko yang menyediakan bahan kimia seperti yang biasa dipakai petani tambak. Tentu hal itu tidak diharapkan petani tambak menggunakan bahan kimia untuk dipakai di dalam wilayah pertambakan.
“Makanya orang luar datang pasti ke toko-toko di daerah itu, kalau ada yang menjual bahan kimia misalnya thiodan langsung dia mengatakan itu tidak benar, kenapa kita mendefenisikan organik bukan model tambaknya begitu tapi prosesnya yang organik. Walaupun luasan tambak dan produksinya begitu dia sudah menggunakan thiodan dalam pemberantasan hamanya sudah pasti bukan organik lagi namanya, itu sudah mengandung bahan kimia di udangnya,” ujar Umar.
“Itu yang mau kita dorong mereka, brand yang sudah bagus dipertahankan, tapi itukan sulit dari kemarin saya mendapatkan laporan menggunakan bahan kimia, mudahan itu hoaks tidak benar. Kita berharap kepercayaan yang diberikan kementerian perikanan bahwa kita organik terbukti udang ekspor kita diterima di Uni Eropa dan lainnya, termasuk di Amerika, jangan sampai rusak nama baik, orang Eropa bisa datang kesini menginspeksi kita, datang ke tambak kita, bisa memblack list kita,” tukasnya.
Tumbuhnya nilai ekspor udang windu Kaltara seiring dengan Ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat berpotensi terus berkembang. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Artati Widiarti mengungkapkan sejumlah produk udang yang memiliki pangsa besar dengan tren meningkat di negeri Paman Sam di antaranya shrimp warm-water peeled frozen (udang kupas beku), shrimp breaded frozen (udang tepung beku), dan shrimp warm-water shell-on frozen (udang utuh beku) dari size 15/20 sampai size 51/60.
Peluang ini kian terbuka lantaran produk udang di pasar AS sudah tidak dikenakan tarif bea masuk bagi semua negara eksportir, sehingga sudah tidak menjadi penghalang dalam ekspor udang ke AS. “Pangsa pasar produk udang di AS yang besar dengan tren positif tersebut, Indonesia pun memiliki daya saing terkait produk dimaksud,” kata Artati dalam keterangannya yang dikutip Benuanta dari kkp.go.id terkait potensi pasar komoditas kelautan dan perikanan.
Guna mendorong peningkatan ekspor, Artati menyoroti tidak hanya peningkatan produksi, tetapi juga adanya efisiensi dan inovasi produksi (hulu-hilir) dan distribusi agar menghasilkan produk udang yang berdaya bersaing. Sehingga tidak hanya harga udang Indonesia yang lebih kompetitif, tetapi sekaligus menciptakan citra produk yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara kompetitor.
“Untuk itu, pemenuhan kepatuhan sesuai persyaratan negara tujuan ekspor, baik persyaratan dari pemerintah maupun persyaratan khusus dari importir (buyers) patut kita penuhi,” urai Artati.
Sebagai gambaran, berdasarkan data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Fisheries, pada bulan April 2021, nilai impor udang AS mencapai USD514,2 juta atau meningkat sebesar 17% dibanding April 2020. Dari sisi volume, impor udang AS pada April 2021 sebesar 61,1 ribu ton atau meningkat sebesar 18,2% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara udang yang berasal dari Indonesia sejak Januari-April 2021 sebesar USD503,8 juta (24,1%) dengan volume 58,0 ribu ton (23,5%).
Senada dengan Artati, Direktur Pemasaran Ditjen PDSPKP, Machmud menjelaskan bahwa berdasarkan data tersebut terlihat adanya tren positif pertumbuhan permintaan udang di pasar AS yang tentu menjadi peluang bagi Indonesia sebagai salah satu produsen utama udang dunia untuk mengisi pasar tersebut.
Di saat bersamaan, Machmud menerangkan juga adanya tren penurunan ekspor udang India sebagai pemasok terbesar ke pasar AS. Dalam kurun waktu Januari-April 2021, tren penurunan udang dari India ke AS mencapai 5,9% menurut nilai dan 6,0% menurut volume atau turun sekitar USD 46,3 juta (5,5 ribu ton) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peluang bagi negara produsen udang dunia lainnya (termasuk Indonesia) untuk mengisi pasar udang di AS,” tegas Machmud.
Tak hanya itu, produk utama India seperti shrimp warm-water shell-on frozen (udang utuh beku) size 21/25 juga mengalami tren penurunan sangat drastis hingga 50,2%. Sebaliknya, Indonesia mengalami tren positif dengan peningkatan sebesar 38,5%.
“Ini bisa jadi momentum, untuk itu kami mendorong sekaligus mengajak pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing produk udang Indonesia sekaligus merebut dan menguasai pasar AS,” tutup Artati. (ram/kik)