Tak bisa dimungkiri, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 kali ini memiliki tantangan luar biasa, baik dari sisi teknis maupun kualitas penyelenggaraan. Jika semua pihak tidak bersama-sama turun tangan dalam menghadapi tantangan penyelanggaran perhelatan lima tahunan yang ‘istimewa’ ini, akan timbul masalah baru yang akan di hadapi bangsa ini.
Atas dasar tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelengaraan Pilkada membuat aturan tahapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 yang dituangkan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 tahun 2020. Di situ termasuk sejumlah aturan tentang penyelenggaraan Pilkada harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Pada masa pelaksanaan Pilkada tahap awal banyak ditemukan pelanggaran terkait dengan disiplin kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
Artinya kebijakan ini belum bisa dikatakan final. Masih perlu adanya keselarasan antara peraturan dan implementasinya dalam masyarakat. Jika Pilkada tetap akan dilaksanakan, maka pemerintah pun harus membenahi hal-hal yang masih kurang dan dibutuhkan dalam penyelenggaraan Pilkada ditengah pendemi.
Misalnya, membuat aturan dan sanksi yang tegas bagi pelanggar protokol kesehatan Pilkada, sampai mendesain ulang bagaimana cara pencoblosan saat pandemi agar potensi penyebaran Covid-19 pada saat Pilkada bisa dihindari.
Jika terjadi penundaan dalam Pilkada pun, bukan berarti sebuah kegagalan demokrasi. Penundaan adalah antisipasi agar tidak terjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Justru masyarakat akan menilai pemerintah itu tanggap melihat situasi. Bahkan KPU dapat menunda pelaksaan Pilkada serentak apabila situasi pademi Covid-19 belum membaik. Peraturan ini juga difasilitasi oleh UU Nomor 06 Tahun 2020 Tentang Pilkada.
Problematika dalam rencana Pilkada serentak di Indonesia membawa kita pada soal yang amat mendasar yaitu, masalah normativitas masyarakat politik. Apakah kondisi sosio-psikologis yang yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pilkada. Karena tujuan politik dalam Pilkada adalah upaya mencapai kehidupan yang adil dan merupakan urusan keadilan umum, melibatkan semua orang dan untuk membahagiakan seluruh rakyat.
Oleh karena itu, prefrensi-prefrensi diatas adalah sebuah upaya besar, yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan strategi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam upaya mewujudkan Pilkada yang berhasil di Indonesia.(*)
Di sini saya memberikan tanggapan mengenai pertas demokrasi yang akan di laksanakan.merebahnya covid 19 sangat membuat seluruh dunia terguncang termasuk Indonesia terkhususnya daerah kalimantan Utara .oleh karena itu,secara garis besar Masi banyak hal yg harus di pertimbangkan bukan saja hak keselamatan saja dan hak politik saja melainkan hak keadilan dan kesejahteraan masyarakat harus di perhatikan.Suka atau tidak suka pesta demokrasi harus di lakukan,akan tetapi pemerintah menganjurkan sangat keras kepada seluruh masyarakat Indonesia agar bisa mematuhi perotokol kesehatan agar di saat merebahnya covid 19 ini agar pesta demokrasi bisa berjalan dengan sebagai mana mestinya yang di inginkan pemerintah.Akan tetapi,setelah pesta demokrasi usai seluruh masyarakat inginkan perubahan yang sangat baik menuju good government.
jika kita menginginkan adanya perubahan untuk kaltara yang lebih sejahtera. maka kita harus terlibat dalam pilkada 9 desember 2020, dan memilih pemimpin yang mampu menjadikan Kaltara Rumah Kita. hanya pemimpin yang menganggap kaltara sebagai rumah, juga akan tulus membangun rumahnya (kaltara). dan kita harus mengakui bahwa 8 tahun kepemimpinan gubernur sebelumnya adalah kemunduran dan kegagalan dalam membangun dan mensejahterakan