TANJUNG SELOR – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Utara, hari ini merilis jumlah penduduk miskin Kaltara yang terjadi peningkatan. Jumlah penduduk miskin di Kaltara, bulan Maret 2020 mencapai 51,79 ribu atau 6,80 persen. Sedangkan di bulan September 2019 penduduk miskin berjumlah 48,61 ribu atau 6,49 persen.
“Berarti jumlah penduduk miskin bertambah 3,2 ribu orang atau meningkat 0,31 persen,” ungkap Kepala BPS Provinsi Kaltara Eko Marsoro kepada benuanta.co.id, Rabu 15 Juli 2020.
Kata dia, selama periode September 2019-Maret 2020, penduduk miskin di daerah perkotaan meningkat sebanyak 1,3 ribu orang. Dari 22,06 ribu orang pada September 2019 menjadi 23,35 ribu orang pada Maret 2020, atau secara persentase naik sebesar 0,20 persen dari 4,86 persen menjadi 5,06 persen.
Penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami kenaikan sebanyak 1,9 ribu orang dari 26,55 ribu jiwa pada September 2019 menjadi 28,43 ribu jiwa pada Maret 2020 atau secara persentase naik 0,46 persen dari 9,00 persen menjadi 9,46 persen.
“Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan masih lebih besar dibanding di daerah perkotaan. Persentase penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan pada bulan Maret 2020 sebesar 9,46 persen, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 5,06 persen,” jelasnya.
“Pola ini sama dengan kondisi September 2019 persentase penduduk miskin di perkotaan 4,86 persen sedangkan di pedesaan lebih tinggi 9,00 persen,” sambungnya.
Selama September 2019 – Maret 2020, garis kemiskinan (GK) naik sebesar 1,98 persen, yaitu dari Rp 667.833 per kapita per bulan pada September 2019 menjadi Rp. 681.035 per kapita per bulan pada Maret 2020.
Pada periode September 2019-Maret 2020, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami penurunan, dari 1,122 pada keadaan September 2019 menjadi 0,839 pada keadaaan Maret 2020. “Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan dari 0,269 menjadi 0,169,” bebernya.
Pada bulan Maret 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dengan Gini Ratio tercatat sebesar 0,292. Angka ini tidak berubah jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019.
Lalu untuk distribusi pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah adalah sebesar 22,51 persen di Maret 2020. “Artinya pengeluaran penduduk masih berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah,” ujarnya.
Eko Marsoro mengatakan, komoditi penyumbang garis kemiskinan terbesar yakni komoditi makanan. 5 komoditi terbesar penyumbang garis kemiskinan makanan (GKM) di perkotaan adalah beras, rokok kretek/filter, telur ayam ras, bandeng, dan daging ayam ras.
Sementara 5 komoditas terbesar penyumbang garis kemiskinan makanan di perdesaan adalah beras, rokok kretek/filter, bandeng, telur ayam, dan gula pasir. “Penyumbang terbesar di seluruh wilayah perkotaan dan perdesaan adalah komoditi beras dengan kontribusi sebesar 24,44 persen di perkotaan dan 26,99 persen di pedesaan,” sebutnya.
Dari lima komoditi terbesar penyumbang garis kemiskinan non makanan (GKNM) di perkotaan yaitu perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi, begitu pula lima komoditi terbesar di perdesaan. Komoditas perumahan merupakan yang paling besar kontribusinya terhadap Garis kemiskinan Non makanan baik di perkotaan maupun di perdesaan.
“Sumbangan dari komoditas perumahan ini sebesar 34,67 persen di perkotaan dan 43,26 persen di perdesaan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor : M. Yanudin