Tak hanya itu, pembangunan Guest House ini juga dinilai bisa mematikan bisnis hotel hingga tempat pertemuan. Di tarakan sangat representatif tempat-tempat pertemuan. Sehingga itu bisa membuat bobrok ekonomi. “Saya kira pejabat-pejabat mana mau tinggal di tempat seperti itu, paling hotel bintang lima, atau bintang 4 swiss-belhotel. Gak mungkin presiden mau nginap di situ. Sehingga kita juga sepakat 2021 sama seperti Kanal Bandara meminta supaya jangan dilanjutkan dulu. Toh itu tidak apa-apa jika tidak dilanjutin, bukan barang yang basi. Kalau ada APBN silakan,” tegasnya.
Yancong juga menyorot Pemprov Kaltara yang tidak melakukan pendampingan saat Pansus bersama anggota DPRD Kaltara lainnya melakukan kunjungan lapangan. Dari instansi teknis sama sekali tidak terlihat. Pihaknya juga mengaku sudah berkoordinasi saat akan melakukan kunjungan, namun saat di lapangan DPRD hanya jalan sendiri.
“Sudah koordinasi, apakah alasannya karena covid atau apa. Tapi ini kan tugas, dan LKPJ ini kan setidaknya ada limit atau batas waktu, tidak bisa ditunda, kalau ditunda dewan tidak memberikan catatan terhadap LKPJ 2019 Gubernur, tidak ada pengawasan. Dewan kan harus bekerja juga, jadi tetap kunjungan lapangan. Pemerintah mestinya ada perwakilan di sini, jadi bisa beri penjelasan,” sesalnya.
Untuk diketahui, proyek pembangunan yang dapat sorotan dari DPRD Kaltara dalam rekomendasi LPKJ Gubernur Kaltara 2019 ini tak hanya berlokasi di Tarakan. Namun di kabupaten lain di Kaltara juga mendapat banyak cacatan dari Pansus.
Sementara itu saat dikonfirmasi, Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPR & Perkim) Provinsi Kaltara, Sunardi mengatakan, rekomendasi yang disampaikan DPRD Kaltara itu sah-sah saja, karena itu merupakan kewenangannya.
Jika anggaran pembangunan Kanal Antarmoda Bandara Juwata dan Guest House minta dihentikan, baik di APBD Perubahan 2020 maupun APBD 2021, karena dipandang asas kemanfaatannya belum bisa dirasakan masyarakat tahun ini, dirinya tidak mempermasalahkan. Tapi keputusannya nanti tetap ada pada pembahasan oleh pemprov dan DPRD saat membahas anggaran.
“Tidak apa-apa kalau itu memang nanti pertimbangannya, dan dari teman-teman dari DPRD bertanggungjawab terhadap investasi yang sudah disetujui sama dewan sebelumnya. Karena semua kegiatan sudah dapat persetujuan dewan sebelumnya. Kewenangan dewan sekarang memberikan rekomendasi ya silakan, itu hak mereka. Tapi pembahasan rekomendasi sendiri itu perlu waktu dan perlu diskusi dengan pemerintah daerah. Karena unsur pemerintah daerah itu kepala daerah dan DPRD, itu nanti ada pembahasan untuk mencapai titik temunya, gitu kira-kira,” ujarnya.
Terkait sorotan DPRD karena tidak ada instansi teknis yang mendampingi, Sunardi mengaku sudah menugaskan kepala bidang selaku KPA dan PPK untuk mendampingi di masing-masing kegiatan. Karena secara teknis mereka yang lebih menguasai dan lebih tahu. “Yang kedua tidak mungkin seorang kepala dinas mendampingi di semua kegiatan di hari yang sama. Itu jawaban saya,” jelasnya.
Namun saat di lapangan tidak ada anggotanya yang mendampingi anggota dewan saat kunjungan, menurutnya mungkin saat itu ada kendala. Salah satunya kondisi covid-19. “Untuk masuk Tarakan yang PSBB harus melalui screening yang luar biasa dan ada yang dikarantina. Masak petugas pemerintah, petugas negara, ASN kan petugas negara, mau masuk Tarakan (dikarantina, Red.), itu coba konfirmasi sama Tarakan, kalau kami tidak bisa masuk ke sana seperti apa?” tangkisnya.(*)
Reporter: M. Yanudin
Weleh weleh ketahuan banget maksudnya dari kalimat mematikan usaha rakyat adalah kalau usaha tranportasi reguler dari kabupaten2 kota di provinsi kaltara merupakan milik mereka2 itu, paling tidak kroni2 mereka anggota dewan terhormat tersebut… GK usah bawa bawa masyarakat lah Boss.