TARAKAN– Tak lagi dipungkiri pandemi Covid-19 yang tak sedikit merengut nyawa baik di luar maupun di dalam negeri membuat situasi kian mengkhawatirkan.
Tak sedikit kebijakan Pemerintah yang turut dikondisikan untuk kepentingan kesehatan masyarakat. Salah satunya Keputusan Mentri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran tentang Pembebasan Narapidana, dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan serta penanggulangan penyebaran Covid-19.
Dalam putusan yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly tersebut untuk memberikan kebijakan kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan rumah tahanan negara yang merupakan institusi tertutup, dan memiliki tingkat hunian tinggi sehingga sangat rentan terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.
Sedangkan di Tarakan sendiri, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Lapas Kelas II A Tarakan, Haerudin mengakui over loadnya bilik jeruji besi yang saat ini menampung 1.207 narapidana.
Sebab dari kapasitas normal Lapas tersebut hanya untuk 429 orang. Praktis, kondisi yang sesak membludak. Tentu tak memungkinkan warga binaan untuk menerapkan physical distancing yang dianjurkan pemerintah.
Namun, Haerudin juga mengatakan, pihaknya juga sudah melakukan upaya darurat untuk memperketat alur keluar masuk, sebagai antispasi virus tersebut tak masuk di ruang lingkup Lapas.
Melalui bilik sterilisasi yang disediakan, membatasi warga yang ingin melakukan besuk, hingga sistem sidang online terhadap narapidana yang dilakukan di Lapas.
Bahkan, dari 1.207 orang tersebut juga sudah dilakukan pemeriksaan dan hasilnya seluruh warga binaan dinyatakan negatif terhadap Covid-19.
“Kita sudah cegah dari awal, karena ada dokter umum yang memeriksa 2 kali seminggu, dan Puskesmas juga ada 1 kali seminggu, setiap hari Jumat,” ujar Haerudin kepada Benuanta.co.id.
Selain itu, ia menyebut antispasi lain berupa tamping kesehatan dari warga binaan yang dilatih dan mengawasi 24 jam. Untuk menerima keluhan dari warga binaan lain, jika ada gejala Covid-19 muncul di lingkup tersebut.
“Kalau ada gejala itu, sesegera mungkin mereka dibawa ke Klinik untuk diambil tindakan. Apa pun hasilnya, jika dia ODP kita isolasikan di ruangan yang sudah kita siapkan, dan jika PDP maka akan kita lakukan ke RSUD,” sebutnya.
Tak hanya fokus terhadap Covid-19, lanjut dia. Segala indikasi penurunan kesehatan dari warga binaan juga acapkali dilakukan pencegahan dini, melalui pemisahan ke ruang isolasi sendiri.
“Misalnya demam, pilek, dan batuk kita pisahkan itu dari bloknya untuk ke blok isolasi yang lain. Setelah sembuh baru akan kita kembalikan ke bloknya masing-masing,” tutupnya. (*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor : Nicky