OLEH : Dr. Ana Sriekaningsih.,S.E.,M.M
(Dosen STIE Bulungan Tarakan)
PENYEBARAN virus Covid-19 di negara China telah melewati puncaknya dan saat ini meluas ke negara di luar China, dalam beberapa minggu terakhir telah melemahkan ekonomi secara signifikan. Di negara-negara yang terdampak saat ini telah mengalami kekacauan perekonomian, rantai pasokan terganggu, permintaan konsumsi domestik mengalami tekanan, sektor pariwisata dan perdagangan mengalami pelemahan yang luar biasa.
Dunia dikacaukan adanya covid-19 yang menakutkan seluruh negara yang terkena Covid-19, virus yang awalnya didapat di Wuhan dan telah menelan korban lebih dari 3.000 jiwa, sehingga Wuhan menutup kotanya untuk aktivitas sehari-hari, tentunya hal tersebut berdampak pada ekonomi China dan global.
Begitu pula dengan negara yang terdampak Covid-19, pemerintahnya memberlakukan pembatasan atau melarang perjalanan dari ataupun masuk ke China, hal ini sangat berdampak pada pasar keuangan, sector pariwisata, sector perdagangan maupun sector lainnya, sehingga ketidakpastian pasar keuangan global kembali meningkat.
Ketidakpastian pasar keuangan global ini mengakibatkan penarikan penempatan uang oleh investor global, dan penarikan ini menjadikan tekanan keuangan global sehingga indeks harga saham pun menurun, mengalami tekanan serta penurunan harga minyak. Dampak tersebut dialami dan terjadi di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang, termasuk negara Indonesia, nilai rupiah mengalami tekan.
Bank Indonesia dengan gerak cepat mengeluarkan lima langkah kebijakan lanjutan dalam mitigasi akibat penyebaran Covid-19. Pertama adalah meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentanya dan mengikuti mekanisme pasar. Tujuan dari langkah pertama ini untuk memberikan rasa yakin atau agar pasar percaya bahwa Bank Indonesia selalu ada di pasar spot, DNDF dan SB sehingga Bank Indonesia sangat perlu meningkatkan volumenya atau intensitasnya di pasar tersebut.
Kedua, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional dan Syariah, dari semula 8% menjadi 4% berlaku 16 Maret 2020. Tujuan untuk meningkatkan likuiditas valas perbankan dan karenanya bisa meningkatkan suplai valas di transaksi valas dan kemudian menstabilkan nilai rupiah.
Ketiga adalah menurunkan GWM Rupiah sebesar 50 bps yang ditujukan kepada bank-bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor. Kebijakan ini akan diimplementasikan mulai 1 April 2020 untuk berlaku 9 bulan dan sesudahnya akan dievaluasi lagi. Tujuannya menurunkan GWM Rupiah ini diharapkan bank-bank yang khususnya membiayai di bidang ekspor-impor mampu membiayai kegiatan ekspor dan impor agar biaya perdagangan lebih murah.
Keempat, memperluas jenis underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternative dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah. Kelima adalah menegaskan kembali bahwa investor global dapat menggunakan bank kustodi global dan domestik dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia.
Menyikapi lima kebijakan baru atau lanjutan dari Bank Indonesia, merupakan langkah yang cepat untuk menangkal penyebaran dampak Covid-19 agar tidak meluas pada perekonomian Indonesia dan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Namun reaksi pasar sementara belum merespon baik, mungkin dikarenakan kebijakan tersebut baru saja diluncurkan sehingga reaksi pasar keuangan belum bergerak atau pasar masih menjaga keamanan atau dikarenakan dampak Covid-19 telah mulai masuk ke Indonesia, sehingga memberikan tekanan diberbagai sector dan aktivitas.
Seperti haalnya pada perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam pemberitaan IHSG mengalami anjlok 1% pada perdagangan sesi pertama setelah Presiden Jokowi menyampaikan bahwa warga Indonesia ada yang terdampak Virus Corona, sedangkan pada penutupan sesi pertama perdagangan IHSG kembali melemah sebesar 1,02% padahal di awal perdagangan IHSG sempat menguat sebesar 0,7%.
Meskipun Bank Indonesia telah menggelontorkan stimulus moneter, termasuk memberikan kelonggaran GWM namun belum memberikan pengaruh yang baik terhadap kinerja IHSG, hal ini dapat dilihat dari perdagangan IHSG pada sesi kedua yang kembali merosot sebesar 1, 68%.
Kebijakan lanjutan Bank Indonesia yang kedua tersebut, yaitu menurunkan rasio Giro Wajib Minimun valuta asing bank umum konvensional dan syariah. GWM diturunkan dari 8% menjadi 4% dan berlaku mulai 16 Maret 2020, belum terespon baik oleh pasar. Harapannya setelah Bank Indonesia meluncurkan kebijakan tersebut akan dapat memberikan peningkatan likuiditas valas di perbankan sekitar 3,2 milyar dollar AS dan meningkatkan suplai valas di pasar valas serta stabilkan nilai tukar rupiah.
Tetapi jika Indonesia akhirnya juga terkena virus Corona maka akan memberikan dampak tekanan tersendiri dari dalam negeri yang berpotensi tekanan pada kinerja pada pasar bursa efek, baik obligasi maupun saham, dan tentunya memberikan implikasi tersendiri bagi nilai rupiah. Penurunan GWM kemugkinan hanya menimbulkan efek sementara terhadap likuiditas perbankan dan selanjutnya perbankan harus tetap mengupayakan berbagai langkah agar dapat meningkatkan likuiditasnya.(*)