Penulis: Stevanus Ronaldo (Statistisi Ahli Pertama BPS KTT)
Istilah inflasi adalah salah satu istilah yang sangat populer di kalangan ekonom bahkan di kalangan masyarakat umum beberapa dasawarsa ini. Dalam beberapa kasus bahkan inflasi menjadi nilai rapor bagi para pemimpin daerah. Tak jarang isu ini menjadi bahan pendongkrak elektabilitas politisi yang menjanjikan penanganan inflasi yang lebih stabil untuk produk-produk tertentu dan kehilangan dukungan masyarakat ketika yang dijanjikan tidak terpenuhi. Hal tersebut terbukti dan terukir di sejarah Indonesia, dimana beberapa pemimpin yang dipaksa mundur oleh massa karena gagal menangani gejolak inflasi yang melanda. Lalu sebenarnya apa inflasi itu?
Inflasi adalah laju kenaikan harga-harga beberapa komoditas barang dan jasa untuk jangka waktu tertentu. Inflasi dalam kenyataannya merupakan ukuran yang luas, seperti kenaikan harga secara keseluruhan atau kenaikan biaya hidup di suatu negara atau daerah. Selain inflasi sebenarnya ada juga istilah deflasi yang berarti sebaliknya yaitu laju penurunan harga barang dan jasa untuk jangka waktu tertentu. Dalam sistem pemerintahan, inflasi erat kaitannya dengan kebijakan moneter. Dimana kebijakan ini mencoba menjaga stabilitas perekonomian dari sisi keuangan. Pengaturan tingkat suku bunga, mengontrol peredaran uang, dan menjaga stabilitas nilai rupiah adalah beberapa tugas yang diemban oleh Bank Indonesia selaku pemegang otoritas moneter dalam rangka menjaga inflasi tetap dalam kondisi stabil. Selain itu, dari sisi fiskal pemerintah pusat dan daerah juga turut ambil andil dari sisi produksi dengan mengatur stabilitas permintaan dan penawaran barang yang beredar di masyarakat. Lalu bagaimana kondisi inflasi di Kalimantan Utara ?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi di Kalimantan Utara Tahun 2024 relatif rendah bahkan di beberapa bulan terjadi deflasi. Tercatat inflasi terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 0,05 persen, dan tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan persentase 0,42 persen. Sementara untuk deflasi terjadi selama tiga bulan berturut-turut sejak bulan juni hingga Agustus. Deflasi terdalam terjadi pada bulan Agustus dengan persentase 0,19 persen. Data ini adalah data inflasi month-to month yang berarti data inflasi yang digunakan adalah perbandingan dengan bulan sebelumnya di tahun yang sama. MIsalnya inflasi Agustus adalah kondisi Agustus 2024 dibandingkan Juli 2024.
Pada dasarnya, inflasi yang rendah menunjukkan bahwa harga barang dan jasa tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Ini memberikan sinyal positif bagi perekonomian karena daya beli masyarakat tetap terjaga. Bagi Kaltara, inflasi yang rendah bisa menjadi kabar baik, terutama jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Namun, apakah ini benar-benar mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat? Ditambah dalam tiga bulan terakhir terjadi deflasi yang tentunya membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan tentunya menyasar para konsumen yaitu mereka dapat membeli barang dan jasa dengan harga murah, nilai mata uang rupiah juga menjadi lebih kuat, serta masyarakat merubah pola perilaku konsumsinya menjadi lebih hemat dan muncul kesadaran untuk menabung. Di sisi lain dampak negatif paling banyak diterima oleh para pelaku usaha dan produsen yang mengalami kerugian karena pendapatan yang menurun, cicilan kredit di bank menjadi macet, perekonomian merosot, dapat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), produksi barang menurun, dan penarikan modal dari investor karena kegiatan jual beli yang melemah.
Meski inflasi rendah memberikan harapan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi masyarakat Kaltara. Salah satunya adalah ketimpangan ekonomi. Meskipun inflasi rendah, kesenjangan antara kelompok pendapatan tinggi dan rendah di Kaltara masih cukup signifikan. Bagi mereka yang berada di lapisan bawah, stabilitas harga tidak serta-merta berarti peningkatan kesejahteraan. Mereka masih bergulat dengan pendapatan yang rendah dan terbatasnya akses terhadap kesempatan ekonomi. Hal ini akan terasa sangat signifikan bagi masyarakat yang hidup di pedesaan. Hal tersebut tergambar dari data BPS yang menunjukan rasio gini bulan Maret 2024, untuk daerah pedesaan sebesar 0,273 dan daerah perkotaan sebesar 0,258. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai rasio gini pedesaan lebih besar mendekati satu yang berarti ketimpangan lebih besar terjadi di daerah pedesaan. Sebaliknya ketika nilai rasio gini mendekati nol berarti distribusi pendapatan atau kekayaan yang sangat merata dalam suatu daerah.
Untuk menjawab pertanyaan “apakah inflasi yang rendah meningkatkan kesejahteraan?”, kita harus melihat lebih dari sekadar angka inflasi. Kesejahteraan tidak hanya diukur dari stabilitas harga, tetapi juga dari kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Di Kaltara, ada beberapa indikator positif yang bisa diidentifikasi. Misalnya, peningkatan dalam sektor pertanian dan perikanan, yang telah menjadi tulang punggung perekonomian lokal. Pendapatan dari sektor-sektor ini telah membantu meningkatkan standar hidup banyak keluarga di daerah pedesaan. Namun harus disayangkan dampak deflasi juga harus dirasakan oleh para petani di pedesaan yang terlihat dari data BPS bahwa angka nilai tukar petani Agustus 2024 mengalami penurunan menjadi 112,95 dari bulan Juli sebelumnya yang bernilai 112,99. Selain petani ada juga para nelayan dan pembudidaya ikan, yang nilai tukarnya malah lebih anjlok. Di Januari 2024 nilai tukarnya berada di angka 103,25 dan terus turun hingga bulan Juli menjadi 99,96. Menjelaskan hal tersebut, ada banyak faktor seperti produksi komoditas pertanian yang membanjiri pasar melebihi permintaan konsumen sehingga menyebabkan harga jual menjadi turun dan berimbas pada pendapatan para petani yang menurun, selain itu dari sisi nelayan faktor biaya produksi dan penambahan barang modal menjadi isu yang krusial ditambah sistem logistik ikan yang juga belum optimal, akibatnya produksi ikan berlebihan dan harganya menjadi turun drastis.
Dibalik fenomena tersebut. Masyarakat pasti menyambut senang dengan harga murah barang-barang di pasaran. Tetapi, di lain sisi ada para petani, nelayan dan pembudidaya ikan yang terdampak penurunan pendapatan karena nilai jual yang menurun. Memecah kebuntuan ini memang diperlukan kebijakan yang berfokus pada titik ekuilibrium, yang memperhatikan semua elemen untuk mencapai keseimbangan. Berpaling dari hal tersebut, ada juga kebutuhan mendesak untuk diversifikasi ekonomi. Mengandalkan sektor primer saja tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan jangka panjang. Kaltara perlu mengembangkan sektor industri dan jasa untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan peluang ekonomi bagi generasi muda. Ini akan membantu meningkatkan pendapatan per kapita dan, pada gilirannya, meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
Jadi, apakah inflasi rendah berarti kesejahteraan meningkat bagi masyarakat Kaltara? Jawabannya kompleks. Bagi sebagian orang, inflasi rendah memang memberikan stabilitas yang dibutuhkan untuk merencanakan masa depan dengan lebih baik. Namun, bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan atau berada di daerah terpencil dengan akses terbatas terhadap layanan publik, inflasi rendah hanyalah angka tanpa makna nyata.
Untuk mewujudkan kesejahteraan yang sesungguhnya, perlu ada upaya yang lebih besar dari pemerintah daerah dan masyarakat untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi bersifat inklusif terutama di wilayah pedesaan. Ini berarti lebih banyak investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, serta kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Berkelanjutan yang berarti kebijakan yang berfokus pada jangka panjang dan tidak sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Berkeadilan berarti semua orang berhak untuk merasakan pelayanan publik baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan.
Pada akhirnya, inflasi yang rendah adalah awal yang baik, tetapi tidak boleh membuat kita terlena. Tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaltara masih banyak dan membutuhkan perhatian serius. Dengan kebijakan yang tepat dan komitmen dari semua pihak, kita bisa mengubah inflasi rendah dari sekadar angka menjadi kenyataan kesejahteraan bagi semua. Mimpi ini bisa menjadi kenyataan, tapi hanya jika kita bersama-sama bekerja untuk mencapainya.(**)