benuanta.co.id, TARAKAN – Satreskrim Polres Tarakan menerima laporan adanya dugaan pemerasan dengan korban berinisial SA yang merupakan anggota DPRD Kaltara. Adapun ‘senjata’ yang digunakan oleh pelaku ialah mengancam menyebarluaskan konten asusila berupa Video Call Sex (VCS).
Diketahui, tangkapan konten berisi tangkapan layar tersebut viral di sosial media pada Selasa, 25 Juni 2024.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Tarakan, AKBP Ronaldo Maradona melalui Kasat Reskrim, AKP Randhya Sakthika Putra menjelaskan laporan SA sudah masuk ke Satreskrim Polres Tarakan pada Desember 2023 lalu.
“Baru viral sekarang, laporannya tentang pemerasan,” katanya, Selasa (25/6/2024).
Adapun hingga sejauh ini, pihaknya telah melakukan penyelidikan dan mencoba melakukan pengejaran ke pelaku. Polisi juga telah mengidentifikasi keberadaan pelaku yang diketahui berada di luar Kaltara.
Diakui Randhya, kesulitan pihaknya mengungkap pelaku lantaran pelaku berada di luar Kaltara.
“Untuk dimananya saya tidak bisa sebutkan. Intinya di luar Kaltara,” imbuhnya.
Saat melapor, Satreskrim Polres Tarakan hanya menerima satu barang bukti yang dibawa pelapor, yakni tangkapan layar chat percakapan pemerasan dari pelaku. Randhya menyebut, pelaku dan korban juga tak saling kenal sebelumnya.
“Diperas dimintai uang, tapi tidak tahu berapa nominalnya. Baru sekali itu juga katanya diperas oleh pelaku,” sambung perwira balok tiga itu.
Disinggung soal tangkapan layar VCS yang beredar, ditegaskan Randhya pihaknya tak mendalami hal tersebut. Sejauh ini, pihaknya juga tak mendapatkan tangkapan layar konten asusila tersebut. Polisi hanya fokus menangani kasus dugaan pemerasan dengan korban SA.
“Kita selesaikan dulu laporan soal ini, laporan pengancaman ini juga belum keluar-kelar,” pungkasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum SA, Syafruddin mengatakan pemerasan terhadap kliennya sudah terjadi sejak 2019 lalu. Awalnya, pelaku hanya meminta uang karena faktor ekonomi, namun terakhir pemerasan tersebut berdalih ke politik.
Syafruddin juga menyebut, kliennya tak pernah menghiraukan pemerasan yang dilakukan pelaku.
“Minta duit tidak digubris jadi bermain mengarah ke politik. Muncul lagi sekarang, justru dimanfaatkan lawan politik,” tegasnya.
Menurutnya, kejadian ini merusak nama pribadi kliennya dan partai politik. Sehingga menjadi santapan dari lawan politik SA.
“Itu yang harus dipahami, makanya kami laporkan. Ini bukan lagi ekonomi motifnya, tapi politik dan merusak nama baik parpol,” sebutnya.
Sebagai kuasa hukum, Syafruddin juga telah bertanya perkembangan penyelidikan ke pihak kepolisian. Hasilnya sudah terdapat perkembangan, namun jika terdapat indikasi memanfaatkan situasi politik, ditegaskan Syafruddin akan masuk ke pelanggan Undang-Undang ITE.
Menyoal tangkapan layar konten asusila yang sudah tersebar, ia tak berbicara banyak. Namun yang pasti, ia meminta kepada polisi agar segera menindaklanjuti laporan kliennya.
“Makanya kalau ada video call tidak dikenal, jangan diangkat dan jangan arahkan ke wajah kita. Ini juga karena dia (SA) tidak ladeni (pemerasan) sedangkan beliau adalah politikus. Kalau polisi bekerja tidak ada yang tidak berhasil,” pungkasnya. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Nicky Saputra