benuanta.co.id, NUNUKAN – Secara geografis wilayah Kabupaten Nunukan memiliki kawasan batas darat dan laut yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Berkaitan dengan wilayah perbatasan, hingga kini masih terdapat permasalahan garis batas dan penentuan wilayah kedaulatan masing-masing negara.
Disebut sebagai Outstanding Boundary Problems (OBP), di Kecamatan Sebatik Utara ada dua sektor baik itu darat maupun laut yang sudah lama diperbincangkan antara Indonesia dan Malaysia. Untuk sektor darat sudah ada kesepakatan pada Juni 2019 lalu dengan cara penarikan garis lurus dari patok timur ke patok barat.
Camat Sebatik Utara, Zulkifli meyampaikan patok timur dan barat ada yang tidak lurus, sehingga ada kesepakatan untuk meluruskan ke 4° 10 menit, sehingga pada Juni 2019 lalu, dilakukan pemetaan dan pemasangan patok patok baru.
“Dari pemetaan itu di wilayah timur dari patok lama garis batas bergeser dari wilayah Indonesia masuk ke Malaysia, sekitar 5,7 hektare lebih. Namun di patok sebelah barat masuk ke Indonesia sekitar 100 hektare lebih.
“Walaupun di sebelah timur itu 5,7 hektare lebih masuk di Malaysia, tapi di sebelah barat kita memperoleh lahan sekitar 100 hektare lebih,” kata zulkifli, kepada benuanta.co.id, Rabu, 22 Mei 2024.
Lanjut dia, pemetaan di lapangan sudah selesai termasuk kesepakatan antara dua negara. Namun saat ini masih menunggu penandatanganan note kesepahaman.
Untuk disektor timur yang masuk wilayah Malaysia ada warga yang terdampak, bukan hanya lahan mereka, tapi ada juga fasilitas umum seperti jalan, dan juga rumah warga. Sebelum Mou itu ditandatangani antara dua negara, maka pemerintah harus meyelesaikan persolan itu terlebih dahulu kepada masyarakat agar tidak terjadi keributan.
“Karena tanah dan rumah sudah masuk wilayah Malaysia, dikhawatirkan negara sebelah melakukan pengetatan, sehingga warga kita yang terdampak ini akan kita berikan kompensasi,” jelasnya.
Sedangkan yang terdampak data sementara 33 kepemilikan lahan, ini bisa lebih dan juga kurang. Sembari menunggu secara teknis di lapangan dilakukan pemetaan dan pengukuran sesuai bukti kepemilikan lahan dan rumah yang bersangkutan.
Selain itu, warga juga sempat diberikan tiga opsi pertama tukar guling lahan, melakukan gugatan dalam bentuk pengajuan ke pengadilan untuk mendapatkan hak mereka, dan opsi ke tiga ganti untung.
“Mereka mengambil opsi ke tiga ganti untung,” ujarnya.
Zulkifli menambahkan, bukan hanya tanah warga saja atau rumah waga, tapi juga ada tanah pemerintah termasuk sebagian fasilitas umum.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam RI) mengupayakan persoalan perbatasan di wilayah Sebatik tuntas pada Juni mendatang.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinator Pertahanan Negara Kemenkopolhukam, Laksamana Muda TNI, Kisdianto dalam kunjungan kerjanya bersama tim Kemenkopolhukam RI ke Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, pada Kamis, 16 Mei 2024.
Permasalahan di perbatasan ini menjadi fokus pemerintah pusat untuk menyelesaikan batas negara, antara Indonesia dan Malaysia. Direncakan Presiden Joko Widodo akan melakukan bertemu dengan Perdana Malaysia untuk menandatangani MoU, khususnya dalam penyelesaian OPB di Pulau Sebatik, LBP Sinapad, termasuk LBP B2700 dan B 3100 di Lumbis Hulu.
“Sebelum MoU ditandatangani penyelesaiannya sudah harus kita temukan titik solusinya,” kata Kisdianto.
Waktunya sudah tidak lama, rapat koordinasi juga sering dilakukan dengan tujuan menemukan solusi dan rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Menkopolhukam.
“Kita sudah menerbitkan rekomendasi kebijakan kepada kementerian/lembaga terkait. Dengan membuat surat per 19 Oktober 2023 lalu, yakni Mendagri selaku Kepala BNPP mengaktifkan tim kerja penyelesaian batas negara”, jelasnya.
Sedangkan lahan warga yang masuk ke wilayah Malaysia itu, pihaknya akan meminta kepada istansi terkait menyediakan anggaran. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Ramli