benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara (Kaltara), mencatat pergerakan Nilai Tukar Petani (NTPi) subsektor perikanan budidaya menunjukkan kecenderungan menurun.
NTPi pada Semester 2 pada tahun 2019 sebesar 105,09 yang kemudian menurun menjadi 102,03 pada semester 2 tahun 2020.
Pada Semester 2 tahun 2021 sempat terjadi peningkatan menjadi sebesar 103,86 namun sedikit mengalami penurunan pada semester 2 tahun 2022 menjadi sebesar 103,39 dan kembali mengalami penurunan yang cukup dalam pada semester 2 tahun 2023 menjadi sebesar 97,57 dan sekaligus menjadi NTPi terendah dalam 5 tahun terakhir.
“Kondisi NTPi semester 2 berbeda dengan perkembangan Indeks Harga yang Diterima (It) dan Indeks Harga yang Dibayar (Ib) petani subsektor perikanan budidaya semester 2 yang terus mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir,” jelas Kepala BPS Kaltara Mas’ud Rifai Jumat, (23/ 2/2024)
Pada Semester 2 tahun 2019, It bernilai 104,26 dengan Ib sebesar 109,56 dan terus mengalami peningkatan hingga nilai tertingginya di Semester 2 tahun 2023.
Pergeseran posisi antara It dan Ib tampak mulai terjadi pada Semester 2 tahun 2023 dimana nilai It yang sebesar 112,67 mulai menjadi lebih rendah dibandingkan nilai Ib yang sebesar 115,47.
“Dengan starting pointnilai It yang lebih tinggi dibandingkan nilai Ib pada Semester 2 tahun 2019, terlihat bahwa perkembangan It terjadi lebih lambat dibandingkan perkembangan Ib sehingga terjadi perubahan posisi di antara keduanya,” ungkapnya.
Kondisi ini menandakan pada subsektor tanaman hortikultura mulai semester 2 tahun 2023 terdapat kecenderungan nilai tukar produk hasil pertanian yang diterima oleh petani lebih rendah dibandingkan nilai pengeluaran kebutuhan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi sertapenambahan barang modal usaha pertaniannya.
“Perbandingan beberapa indikator subsektor perikanan budidaya menunjukkan bahwa secara year-on-year 2022 terhadap 2021 terjadi penurunan NTPi sebesar -0,45 persen yang disebabkan oleh peningkatan It sebesar 4,06 persen sedangkan Ib mengalami peningkatan lebih tinggi yakni sebesar 4,49 persen,” tuturnya.
Komponen Ib yang terdiri dari IKRT dan IBPPBM menunjukkan bahwa secara year-on-year 2022 terhadap 2021 IKRT mengalami peningkatan lebih rendahdibandingkan IBPPBM.
Sementara itu, kondisi year-on-year 2023 terhadap 2022 mengalami penurunan NTPi sebesar -5,97 persen atau terjadi penurunan yang lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya.
Penurunan ini dipicu oleh penurunan It yang dibarengi denganpeningkatan Ib, atau dengan kata lain harga yang diterima petani darihasil produksi pertanian mengalami penurunan sedangkan di sisi lainharga yang dibayarkan petani untuk konsumsi rumah tangga dan produksi pertaniannya mengalami peningkatan.
“Sama halnya dengan kondisi yearon-year 2022 terhadap 2021, komponen Ib menunjukkan bahwa secara year-on-year 2023 terhadap 2022 terjadi peningkatan IKRT yang lebih rendah dibandingkan peningkatan yang terjadi pada IBPPBM,” pungkasnya. (*)
Reporter: Ike Julianti
Editor: Yogi Wibawa