benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Bantuan sosial (Bansos) berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), merupakan strategi pemerintah pusat dalam menangani kemiskinan. Program tersebut dimaksudkan untuk menekan pengeluaran keluarga miskin dan rentan terkait kebutuhan sandang dan pangan.
Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi salah satu daerah penerima bansos di Indonesia. Kepala Dinas Sosial Kaltara, Amir Bakrie menjelaskan, Kemensos RI pada tahun ini kembali menganggarkan bansos dalam bentuk PKH dan BPNT.
“Tahun ini bansos khusus Kemensos sisa dua itu, BPNT dan PKH, BPNT sembako biasanya April untuk pencairan pertama,” jelasnya, Senin (22/1/2004).
Pemerintah pusat juga akan kembali memberi bansos berupa beras 10 kilogram (kg) per bulan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Penyalurannya di bawah kendali Badan Pangan Nasional (Bappanas).
“Koordinatornya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, penyaluran dua periode, Januari sampai Maret dan April sampai Juni,” ujarnya.
Terkait kuota penerima bansos PKH dan BPNT tahun 2023, Amir sapaannya menyebut jika pihaknya belum mengetahui. Perihal penambahan dan pengurangan kuota bergantung pada verifikasi dan validasi di Kemensos RI.
Namun demikian, dia menjelaskan, daftar penerima bansos berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data ini bersifat dinamis karena setiap bulan dapat mengalami perubahan.
“DTKS di update setiap bulan oleh Kemensos, makanya kalau usulan dari daerah banyak, bertambah DTKS-nya. Misalkan penerimanya terjadi perubahan juga mengikuti DTKS-nya,” ungkapnya.
Lanjut dia, data keluarga dalam DTKS akan dihapus atau non aktif secara otomatis jika dinilai sudah berkecukupan. Indikatornya antara lain ada anggota dalam satu Kartu Keluarga (KK) yang menjadi PNS, memiliki gaji di atas upah minimum kabupaten/kota (UMK), terdaftar sebagai pemilik usaha dan terdaftar sebagai peserta BPJS Tenaga Kerja yang iurannya dibayarkan perusahaan atau pemberi upah.
“Misalkan orang tua dalam satu keluarga tidak bekerja, tapi karena anaknya belum menikah dan masih satu KK, otomatis ketika anaknya bekerja dan dibayarkan BPJS TK oleh perusahaan, otomatis dikenali sistem, keluarganya akan non aktif jadi DTKS dan akan keluar dari penerima bantuan,” ujarnya.
Banyak kasus keluarga tidak mampu yang non aktif secara otomatis dari DTKS karena faktor tersebut. Hal ini disebabkan verifikasi dan validasi data sudah terintegrasi antara Kemensos RI, Ditjen Dukcapil Kemendagri, Kemenkumham, BPJS Tenaga Kerja dan BKN.
“Jadi, kalau ada yang TNI, Polri, ASN, PPPK dalam satu KK, pasti keluarga dia akan keluar,” tuturnya.
Potret tersebut diakui menjadi dilema bagi sebagian masyarakat. Banyak masyarakat komplain karena mereka merasa masih membutuhkan bantuan tersebut.
“Banyak masyarakat yang komplain, mereka mengakui anaknya terangkat polisi, PNS, PPPK atau gaji di atas UMK, tapi mereka bilang punya hutang dan anggota keluarga lainnya tidak ada kerja sama sekali, masa gaji satu anggota keluarga yang dinilai tidak layak mendapat bantuan bisa menghidupi mereka sekeluarga,” paparnya.
Namun demikian, Kemensos RI tidak memberi toleransi kasus tersebut. Ketentuan yang dibuat memang digeneralisir agar penyaluran bansos bisa tepat sasaran. Oleh sebab itu, KPM yang memiliki anggota keluarga dengan kriteria tersebut diharap mengeluarkannya dari daftar KK.
“Ya Kemensos tidak mau tahu, karena yang jelas dinilai sudah ada yang menanggung keluarga tersebut, jadi dinonaktifkan, harapannya memang dikeluarkan dulu dari KK,” jelasnya.
Secara teknis, pemerintah daerah tidak mengusulkan data penerima PKH dan BPNT. Tugas di kabupaten/kota mengusulkan keluarga untuk masuk dalam sistem DTKS. Usulan tersebut berasal dari desa atau kelurahan melalui musrenbangdes atau musrenbangkel.
“Mereka yang memberikan rekomendasi keluarga ini sudah tidak layak masuk DTKS karena misal sudah meninggal atau sudah mampu, termasuk juga mengusulkan keluarga yang baru karena dinilai layak diusulkan,” jelasnya.
Pengusulan berjenjang sampai ke tingkat Dinsos kabupaten/kota. Bupati atau Walikota selanjutnya melegitimasi usulan tersebut dalam bentuk Surat Keputusan (SK) untuk diusulkan ke Kemensos RI. Data tersebut sudah memenuhi kategori by name by address.
“Jadi DTKS dulu, tidak langsung menjadi penerima bantuan. Karena DTKS juga banyak, Kemensos yang menetapkan kuotanya per daerah, kita di daerah hanya mengusulkan DTKS nya,” ujar Amir.
Pencairan bantuan kemudian dilakukan secara tunai melalui PT POS Indonesia (Persero) atau non tunai melalui perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Pemerintah di tingkat provinsi sendiri antara lain bertugas melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke pihak penyalur terkait jumlah KPM penerima bansos.
“Kalau sudah pencairan, kita monev dan koordinasi ke penyalur, yang lewat Pos berapa KPM. Kemudian KPM yang menerima non tunai di bank, kita koordinasi ke Mandiri, BRI dan Tarakan itu BNI,” pungkasnya. (*)
Reporter: Ike Julianti
Editor: Nicky Saputra