Napi Tewas Dianiaya Oknum Sipir, Kepercayaan Publik ke Lapas Merosot?

benuanta.co.id, NUNUKAN – Tewasnya Syamsuddin, Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) Lapas Kelas IIB Nunukan yang sempat dianiaya habis-habisan oleh oknum Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP), seakan menguak kondisi ‘angker’ para narapidana di balik jeruji besi.

Kasus ini turut menyita perhatian para akademisi hukum. Dosen Hukum Pidana Universitas Mulawarman, Nur Aripkah mengungkapkan, sejatinya berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, bahwa pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak dan warga binaan.

Namun, bukan hal yang tabu lagi jika Lapas di Indonesia seringkali menjadi sorotan publik.

“Itu bukan hal yang baru lagi. Mulai dari over kapasitas, terjadinya dugaan pungutan liar dalam pelaksanaan pelayanan hak-hak narapidana, pelanggaran HAM narapidana. Seperti penganiyaan, bahkan sampai ada narapidana yang meninggal dunia di dalam Lapas,” kata Nur Aripkah kepada benuanta.co.id, Senin (10/7/2023).

Ia menjelaskan, pada Pasal 10 ayat (1) International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) menyatakan bahwa setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia. Hal demikian, menurutnya menggambarkan bahwa sekalipun itu narapidana harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan dihormati martabatnya sebagai manusia.

Termasuk pada Pasal 26 ICCPR juga menyatakan, semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.

“Ketentuan ini pun memberikan pernyataan bahwa pemenuhan hak-hak narapidana sebagai konsekuensi penerapan hukum tidak dibenarkan adanya perlakuan yang diskriminatif,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Distranaker Nunukan Keluarkan 204 Kartu Kuning Sepanjang Tahun Ini

Dosen termuda di Fakultas Hukum ini menjelaskan lebih jauh. Dalam konstitusi juga diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang menyebut setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“Sehingga ini dapat dikatakan bahwa jaminan atas perlindungan terhadap seseorang dan perlakuan yang sama dihadapan hukum tanpa diskriminatif. Tidak hanya diatur secara internasional tetapi juga konstitusi Indonesia juga telah menyatakan secara tegas mengenai jaminan perlindungan tersebut terhadap siapapun, termasuk halnya bagi Narapidana,” jelasnya.

Ia juga menyangkan adanya oknum sipir Lapas Kelas IIB Nunukan yang menjadi tersangka atas dugaan kasus penganiayaan. Sebab, sipir Lapas seharusnya mengayomi dan membina namun justru melakukan tindak pidana.

“Kasus ini tengah menjadi sorotan publik dan tentu kembali menuai pertanyaan di benak kita semua bahwa ada apa dengan Lapas di Indonesia. Mengapa kasus-kasus yang demikian kerap kali terjadi, bahkan ironinya dilakukan oleh oknum Lapas itu sendiri. Publik tentu bertanya-tanya ada apa dan apa yang sebenarnya terjadi di dalam Lapas,” ucapnya.

Kepercayaan publik terhadap Lapas, kata Nur, juga akan berpengaruh akibat oknum KPLP Lapas Nunukan berinisial M yang menjadi tersangka dalam kasus penangiayaan kepada narapidana. Pasalnya oknum KPLP ini dengan tega melakukan kekerasan fisik. Mulai dari memukul, mendang dan mencambuk Syamsuddin dengan kabel hanya lantaran korban tidak hormat atau meminta permisi saat lewat di hadapannya.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Perceraian di Nunukan Terjadi 260 Kasus, Ekonomi jadi Penyebabnya

Ditegaskannya, penganiayaan atau bentuk penyiksaan apapun terhadap narapidana dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

“Apalagi di sini yang melakukan tindak pidana penganiayaan adalah oknum KPLP, ini tentu perbuatan tidak terpuji dan tidak patut dicontoh oleh bawahnya,” ujarnya.

Jaminan perlindungan terhadap HAM tidak hanya diatur secara nasional bahkan di ranah internasional, jaminan ini juga menjadi acuan secara universal yang disepakati bersama negara-negara di dunia.

Di Indonesia secara khusus juga telah diatur mengenai regulasi HAM dalam Undang-Undang Nomor  39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Substansi pasal ini menyatakan setiap manusia memiliki hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku. Hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.

“Jadi bisa kita simpulkan, hal demikian semakin memberikan jaminan bahwa segala bentuk penyiksaan apapun apalagi yang mengakibatkan kematian merupakan pelanggaran HAM,” tegasnya.

Diwartakan sebelumnya, Syamsuddin merupakan narapidana dari kasus narkotika yang telah dijatuhi vonis 6 tahun 8 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Nunukan pada tahun 2021 lalu dan sudah menjalani masa hukuman kurang lebih hampir 3 tahun.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Bencana di Nunukan Tahun Ini Menurun 35 Kejadian

Syamsuddin dinyatakan meninggal dunia di RSUD Nunukan pada Sabtu (24/6/2023) lalu, setelah sempat dirawat selama 4 hari sejak Rabu (21/6/2023). Bahkan, sebelum dilarikan ke RS, ia juga mendapatkan perawatan di klinik Lapas Nunukan.

Kasus penganiayaan terhadap Syamsuddin ini terungkap setelah keluarga korban yang merasa ganjal dengan kematian korban yang didapati luka lebam di sekujur tubuhnya. Keluarga lalu berinsiatif melaporkan jika adanya dugaan penganiayaan sebelum korban menghembuskan nafas terakhirnya.

Dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Nunukan, oknum KPLP berhasil ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan.

Tersangka M dengan keji menganiaya korban lantaran tersulut emosi dan merasa tidak dihargai oleh korban saat korban tidak hormat saat lewat dihadapannya pada Kamis (8/6/2023) lalu. Korban kemudian dibawa ke pos pengamanan lalu dianiaya hingga mengalami luka yang cukup serius di sekujur tubuhnya. Bahkan setelah mendapatkan penganiayaan itu, korban jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia di RSUD.

Lalu terkait penyebab pastinya korban meninggal dunia, hingga saat ini pihak Kepolisian masih menunggu hasil autopsi.

Kendati begitu, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, M telah disangkakan Pasal 351 ayat (3) yakni penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun. (*)

Reporter: Novita A.K

Editor: Yogi Wibawa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *