benuanta.co.id, TARAKAN – Persembahyangan umat Hindu tak lepas dari pakaian yang khas serta tradisi keagamaan unik lainnya. Seperti busana putih, ikat kepala, pun dengan percikan air suci.
Menyoal pakaian serba putih yang dikenakan oleh Umat Hindu dalam persembahyangan bukan tanpa sebab. Warna bermakna kesucian yang dikenakan itu diharapkan juga membawa kesucian bagi yang memakainya.
“Apalagi kami menghadap ke Tuhan Yang Maha Kuasa jadi harus dengan kesucian,” ucap Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Tarakan, I Nengah Pariana.
Selama persembahyangan berlangsung umat Hindu pria dan wanita juga kental dengan sehelai kain yang digunakan di pinggul mereka. Kain yang mengikat itu melambangkan seluruh hal hal yang ada di dalam diri harus dikuatkan dan diteguhkan sehingga memiliki kepribadian yang kuat.
“Kalau secara pandangan mata sendiri sehelai kain ini untuk mengikat kain agar tidak lepas ya. Jika disimbolkan ya untuk mengikat dan meneguhkan diri kita,” lanjutnya.
Selain itu, untuk pria terdapat pengikat kepala atau udeng. Jika diperhatikan secara detail udeng yang hampir mirip dengan sesingal ini memiliki perbedaan. Udeng sendiri memiliki simpulan khas yang terletak di ujung kening.
Melambangkan guna mengikat pikiran agar saat persembahyangan berlangsung umat Hindu dapat berkonsentrasi.
“Jadi diikat dulu agar konsentrasi. Dan ujungnya ini diharapkan pemikiran kita sampai ke sana (ke Tuhan),” ucapnya.
Selama persembahyangan berlangsung juga terdapat prosesi percikan air dan umat Hindu meletakkan sedikit beras di kening mereka. Untuk air suci sendiri diharapkan umat Hindu dapat memiliki pemikiran yang baik.
Sementara untuk beras sendiri atau biasa dikenal bija melambangkan kemakmuran. Seperti halnya cerita yang melegenda, beras merupakan lambang dari Dewi Sri. Siapapun yang mengenakan beras tersebut menginginkan kemakmuran dalam hidup.
“Kalau air itu di Islam seperti air zam-zam dia air suci. Kalau beras melambangkan kemakmuran saja,” pungkasnya.(*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli