benuanta.co.id, Makassar – Rektor Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Jamaluddin Jompa mengakui ada masalah internal di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang berujung mundurnya tujuh Profesor sebagai tenaga pengajar pada program Pascasarjana S3.
Adapun tujuh Guru Besar yang mundur untuk mengajar S3 antaranya, Prof Muhammad Idrus Taba, Prof Idayanti Nusyamsi, Prof Siti Haerani, Prof Cevi Pahlevi, Prof Haris Maupa, Prof Muhammad Asdar, Prof Mahlia Muis.
“Masalah internal di Fakultas Ekonomi itu kami akui. Kami terus berusaha untuk mencari solusi. Itu secara internal kami lakukan, sudah ada proses pertemuan antara Dekan dengan Guru Besar, ” kata Guru Besar Biologi Serta Ekologi Kelautan itu
“Tapi itu biasalah dalam rumah tangga, ada perbedaan prinsip, ada perbedaan persepsi itu biasa,” sambungnya, Jumat (4/11).
Hanya saja, Prof Jamaluddin Jompa mengklarifikasi, bahwa ketujuh Guru Besar Fakultas Ekonomi itu tidak mundur sebagai dosen, melainkan mundur menjadi tenaga pengajar program Pascasarjana S3.
“Mundur jadi dosen itu adalah hak. Tapi mundur untuk mengajar tidak boleh, karena itu penugasan pimpinan. Sehingga mundur untuk menjalankan tugasnya itu tidak boleh. Tapi memungkinkan untuk berdiskusi dengan pimpinannya bahwa sudah tidak bisa lagi mengajar atau ada hal prinsip yang tidak cocok lagi,” katanya.
Isu yang mencuat terkait mundurnya ketujuh Guru Besar itu sebagai pengajar program S3 di Fakultas Ekonomi lantaran diduga ada intervensi dari Dekan untuk memberikan nilai kepada mahasiswa tertentu.
Serta mundurnya para Guru Besar tersebut lantaran tidak diberikan ruang untuk mengajar mata kuliah tertentu, meskipun memiliki kapasitas memumpuni.
“Dekan boleh untuk memilih siapa yang mengajar dan mana tidak, tapi kemudian dihubung-hubungkan ada pemaksaan pemberian nilai itu kemudian saya mau klarifikasi. Ini saya katakan bahwa ada peraturan akademik yang mengatur proses masuknya mahasiswa, proses belajar mahasiswa, proses evaluasi mahasiswa, sehingga siapapun masuk di Unhas itu harus terproteksi,” ujarnya.
“Oleh karena itu, peraturan Unhas Pascasarjana S3, jika ada satu mata kuliah tidak lulus otomatis drop out, sehingga tidak boleh dibiarkan mahasiswa ada mata kuliah bermasalah, harus didapatkan. Dosen punya hak memberi nilai tapi tidak ada kejelasan untuk peluang remedial. Kalau S1 tidak lulus boleh mengulang, tapi kalau S3 tidak lulus, itu drop out,” ucapnya.
“Walaupun sebenarnya Dekan bisa mengintervensi, tapi kita tidak lakukan itu. Tapi kita harus memastikan bahwa hak – hak mahasiswa itu harus terproteksi terutama mahasiswa S3,” Prof Jamaluddin Jompa menambahkan.
Sebelumnya, tujuh Guru Besar Unhas
mengundurkan diri sebagai pengajar program Pascasarjana S3 dengan alasan adanya ketidakadilan.
Salah satu Guru Besar Unhas yang mengundurkan diri, Prof Muhammad Idrus Taba menerangkan, ini berawal adanya lima guru besar yang tidak diberikan mata kuliah program S3 di management.
“Tapi di program studi S3 Management itu saya pemula, saya yang awal mula kaget ini karena melihat ada lima guru besar yang tidak diberi mata kuliah mengajar di S3 di management,” ujar Prof Idrus Taba.
Sementara secara kompetensi dan kepakaran, lima guru besar ini sangat layak untuk mengajar di S3 management Unhas. Apalagi, lima guru besar ini dari bidang keuangan, marketing dan sumber daya manusia.
Anehnya kata Prof Idrus Taba, Dekan FEB dan orang terdekatnya seperti wakil dekan dan ketua prodi Magister Manajemen mengajar sebanyak lima mata kuliah.
“Sementara saya lihat Dekan, dan juga orang-orang terdekatnya wakil dekan satu, ketua Prodi MM maupun yang lain-lain itu rata-rata 5 dan 4 (mata kuliah). Jadi saya kaget, loh ngapain kamu sampai 5 Mata kuliahmu, lalu ada guru besar yang kamu tidak kasih,” terangnya.
Bahkan papar dia, ada salah seorang dosen yang baru saja pulang studi di Jawa, langsung mengajar di bidang keuangan, padahal ada Profesor di bidang tersebut tidak diberikan kesempatan yang sama.
“Saya kaget opsi apa? artinya mau-maunya Dekan. Oh tidak bisa. Saya bilang ini institusi, institusi itu ada aturannya,” tambahnya.
Prof Idrus Taba mengungkapkan, ada hal yang tidak layak disampaikan sehingga guru besar ini tidak dikasih mengajar. Namun, lanjut Prof Idrus Taba, Dekan FEB Unhas tidak pernah menyampaikan hal tersebut ke guru besar itu.
Dari tuju guru besar yang mengundurkan diri cuman lima guru besar yang tidak diberikan mata kuliah mengajar. Namun, ada satu yang tidak bersedia bertanda tangan.
Tiga dari tujuh guru besar yang mengundurkan diri ini masih memiliki mata kuliah, termasuk Prof Idrus Taba. Namun, dari tiga ini ikut mengundurkan diri karena adanya ketidakadilan dalam FEB Unhas itu.
“Ada tidak masukkan satu (guru besar) karena dia tidak bersedia tanda tangan, jadi cuma 4. Tapi kemudian menyusul tiga, tiga ini ada semua mata kuliahnya. Cuman kami merasa ini ada ketidakadilan,” tutupnya.(*)
Reporter: Akbar
Editor: Ramli