benuanta.co.id, SULSEL – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi berupa suap pengkondisian temuan Laporan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Dinas PUTR Sulawesi Selatan (Sulsel) Tahun Anggaran 2020.
Pengembangan kasus ini, KPK menyita sejumlah dokumen keuangan ketika melakukan penggeledahan di rumah pribadi Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari di Jalan Pelita Raya, Makassar, Rabu (2/10) kemarin.
“Dalam kegiatan tersebut, ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen. Analisis dan penyitaan atas bukti-bukti dimaksud segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan perkara ini,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui keterangannya, Kamis (3/11).
Sebelumnya Andi Ina Kartika Sari telah menjalani di Gedung Merah Putih, Jakarta, 22 Oktober 2022 lalu untuk tersangka mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER) terkait penyidikan kasus dugaan suap pengkondisian temuan Laporan Keuangan BPK.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Di mana Edy Rahmat berperan sebagai pemberi suap.
KPK juga menetapkan tersangka lain sebagai penerima suap, antaranya Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara sekaligus mantan Kepala Subauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Sulsel Andy Sonny (AS). Kemudian Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel.
Selanjutnya Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel dan Gilang Gumilar (GG) selaku pemeriksa pada perwakilan BPK Sulsel/staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Sulsel.
Kasus ini merupakan pengembangan dari tindak lanjut fakta sidang perkara korupsi mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah yang terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, akhir Februari 2021 lalu. Kala itu Nurdin Abdullah di OTT KPK bersama Edy Rahmat.
Adapun fakta sidang yang mencuat di perkara suap dan gratifikasi Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, pada tahun 2021 lalu. Edy Rahmat secara terang benderang membeberkan pernah menyetor uang ke oknum pegawai BPK sebesar Rp2,8 miliar. Itu bertujuan untuk mengkondisikan temuan BPK terhadap proyek di lingkup Dinas PUTR.
Uang itu dikumpulkan dari 11 pengusaha untuk menghilangkan hasil temuan Laporan Keuangan BPK terhadap sejumlah pekerjaan proyek.
Dari 11 pengusaha itu, uang yang terkumpul Rp3,2 miliar. Rp2,8 miliar disetor ke Gilang sementara Rp320 juta lebih merupakan jatah Edy Rahmat.(*)
Reporter: Akbar
Editor: Ramli