benuanta.co.id, NUNUKAN – Menjelang hari raya Idul Adha, Pemerintah Kabupaten Nunukan melakukan berbagai upaya untuk antisipasi terhadap wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan kurban.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Nunukan, melalui drh. Rendy Tri Darmawan mengatakan suplai hewan kurban Kabupaten Nunukan masih mengandalkan suplai dari Sulawesi Selatan yang saat ini statusnya masih aman dan bebas dari PMK.
“Kalau dari Sulsel kesini resiko penularannya sangat rendah, karena hewan yang akan dikirim melalui laut sudah melalui karantina selama 14 hari diinstalasi karantina pertanian di Pare-Pare dan dilakukan tes PCR kepada hewan ternak sebelum dikirim,” ujar Rendy kepada benuanta.co.id, Kamis (9/6/2022)
Diungkapkannya, wabah PMK telah ditemukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, hal tersebut yang dikhawatirkan oleh Dinas pertanian dan ketahanan pangan Kabupaten Nunukan.
Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan dengan melakukan pengecekan rutin ke kandang-kandang dan memberikan edukasi ke peternak terkait wabah PMK.
“Yang kita khawatirkan sampai saat ini yang melalui darat, khususnya di daratan Kalimantan melalui jalan poros Provinsi dari Kalsel sampai ke Kaltara,” katanya.
Pemerintah telah melaksanakan pengawasan agar penularannya tidak sampai masuk ke Kaltara khususnya Nunukan dengan menyiagakan tenaga medis dan petugas kesehatan hewan di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di beberapa kecamatan di Nunukan, Nunukan Selatan, Sebatik, Tulin Onsoi dan di Krayan yang terhubung langsung dengan jalur poros Provinsi untuk mencegah masuknya wabah PMK melalui alat angkutan jalur darat.
“Kita antisipasi, yang kita takutkan itu alat angkutan sapinya, karena kalau sudah masuk ke sini bukan hanya status sebagai daerah tertular tapi akan berdampak pada perternakan karena sebagian besar dari mereka mengandalkan ternak untuk mencukupi kebutuhan mereka,” ungkapnya.
“Kalau misalkan ada cemaran pada alat angkut hewan dan sampai masuk ke Tanjung Selor atau ke Sebuku, kemudian terjadi kontak maka itu akan bisa menular dengan cepat ke hewan ternak yang ada di sini,” ujarnya.
Puskeswan Kabupaten Nunukan setiap hari turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan secara langsung kepada hewan ternak dan dipantau dan dilaporkan langsung ke Balai Vaterine Farma di Surabaya.
“Kita juga memberikan edukasi ke peternak untuk melakukan disinveksi secara rutin, melakukan deteksi dini apa yang tidak normal dari hewan ternak agar bisa menghubungi pihak kami, jangan sampai kita kecolongan di lalu lintas,” jelasnya.
“Intinya kita harus selalu dengan prinsip biosafety dan biosecurity,” imbuhnya.
Ditambahkannya, wabah PMK juga berdampak pada ekonomi peternak yang mana mekanisme lalu lintas pengiriman hewan ternak harus melalui uji lab, karantina selama 14 hari kemudian persyaratan administrasi lainnya dan dibebankan kepada pengguna jasa dalam hal ini peternak.
Terpisah, Andi Sose penjual sapi di jalan GOR Nunukan mengatakan sapi yang ada di kandangnya sebanyak 45 ekor, namun 15 ekor sapi tersebut merupakan sapi lama yang didatangkan Januari lalu dan 30 ekor sapi yang baru didatangkan dari Sinjai Bulukumba, Sulawesi Selatan.
“30 ekor ini baru sekitar 10 hari sampai Nunukan, di karantina dulu di Pare-Pare selama 14 hari,” ujar Andi kepada benuanta.co.id, Kamis (9/6/202)
Diungkapkannya, biaya karantina untuk 30 ekor sapi selama 14 hari dibayar Rp 800 ribu namun ongkos untuk rumput dan perawatannya selama di karantina mencapai Rp 4 juta.
“Harga sapi yang kita belikan sekitar 15 juta sampai 18 juta, harganya bervariasi tergantung ukuran sapinya,” katanya.
“Kalau sudah sampai di sini pasti harganya akan kita naikan, karena kita menghitung ongkos selama di karantinanya.” ungkapnya. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Matthew Gregori Nusa