Ekonom: Penjual Rombengan Malaysia Bisa Saingi Produk Lokal

benuanta.co.id, TARAKAN – Pedagang baju bekas atau rombengan Malaysia (baju trift) yang memiliki brand luar negeri semakin menjamur di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara), apalagi di Kota Tarakan saat ini dijual bebas.

Menyaksikan keadaan ini, pengamat ekonomi di Provinsi Kaltara, Dr. Margiyono, S.E., M.Si. mengatakan penjualan pakaian bekas ini dapat memiliki pandangan dari sisi ekonomi dan juga sosial politik. Jika melihat dari sisi perspektif ekonomi baju bekas ini dapat menjadi pesaing antara produksi pakaian konfeksi dalam negeri.

“Artinya masyarakat yang belanja pakaian dihadapkan oleh pilihan, kalau tidak dalam negeri ya pakaian bekas yang berasal dari luar negeri misalnya Malaysia. Hal ini mengakibatkan bahwa pilihan masyarakat pasti akan mengambil keputusan secara rasional,” jelasnya saat dihubungi benuanta.co.id, Rabu (9/3/2022).

Baca Juga :  BKAD Kaltara Catat Realisasi APBD 2024 Baru Sekitar 64 Persen

Keputusan secara rasional ini juga didorong oleh daya beli dan pendapatan masyarakat. Dikatakan Margiyono,baju bekas tersebut tetap habis terjual dikarenakan harga yang dipatok lebih murah daripada pakaian produksi yang baru dengan brand lokal.

Hal inipun tentu berdampak pada segi ekonomi, yang seharusnya terdapat akumulasi pendorongan untuk memakai produk dalam negeri akhirnya bocor ke pakaian bekas yang berasal dari negara lain.

“Itu artinya konsep multiplayers, yang seharusnya bisa mendorong peningkatan pakaian Indonesia yang juga akan mendorong produktivitas kain, mendorong produktivitas benang, produktivitas industri penginstalan dan perkebunan kapas,” bebernya.

Baca Juga :  Angka Ekspor Masih Bergantung ke Harga Pasar Dunia

“Artinya peningkatan permintaan pakaian jadi lebih, Indonesia akan mendorong lintas sektoral kalau itu diakumulasikan akan meningkatkan industri domestik, karena sudah bocor ke pakaian bekas, maka potensi itu jadi lebih kecil,” tambah dosen Fakultas Ekonomi UBT tersebut.

Terlebih jika dilihat dari sisi perizinan masuknya pakaian bekas tadi. Jika secara legal, maka tidak ada persoalan yang lebih buruk, karena yang merasa terpukul hanya sektor industri domestik. Namun, jika kebalikannya (ilegal) bukan hanya sektor industri domestik tapi juga potensi penerimaan pajak negara.

Baca Juga :  Menko Zulhas Optimistis Penghentian Impor Gula Terlaksana pada 2025

“Kalau Industri domestik tumbuh dengan baik akan memberikan kontribusi pajak perusahaan dengan aktivitas ekonomi tadi, kerugiannya dari sisi ekonomi baik dari sisi lapangan kerja, modal dalam negeri, teknologi dan potensi kehilangan dari pajak aktivitas tadi,” terangnya.

Selain itu, Margiyono menganggap bahwa pakaian bekas ini akan menurunkan martabat sebagai bangsa Indonesia. “Bukan berarti yang pakai baju bekas martabatnya turun, tapi kita bicara bangsa, kan kalau pakaian bekas kita juga dijual keluar kita merasa lebih wah juga strata sosialnya,” tandasnya.(*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Ramli

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *