SIAPA yang tak bangga bila mewakili daerah ke kancah nasional. Terlebih berhadapan langsung dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo di Istana Negara. Tentu menjadi kebanggan tersendiri bagi keluarga maupun daerah. Dia adalah Gabriel Defrits Hezkia Minggus atau yang biasa dipanggil Defrist, mengharumkan nama Tarakan melalui bakat bernyanyi yang dimilikinya dan terpilih mengikuti paduan suara di Istana Negara pada 2019 lalu.
Tentu tak sembarang orang bisa menjadi peserta paduan suara di Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2019 lalu. Ada seleksi yang begitu ketat, dan tentunya putra – putri yang memiliki karakter suara yang diinginkan. Seleksi yang dilakukan kepada seluruh anak di negeri juga diikuti Defrist. Melalui seleksi yang dilakukan Gita Bahana Nusantara (GBN) di Tarakan pada 2019, Defrist memberanikan diri untuk ikut. Hasilnya, Defrist dan tiga lainnya dari Tarakan terpilih dan lolos seleksi.
“Saya ingin sekali bernyanyi di Istana Negara bersama GBN. Jadi pada tahun 2019 saya ikut seleksi GBN di Tarakan. Saya sendiri asal Tarakan dan 3 orang asal Malinau. Kami berempat terbagi jenis suara Alto, Tenor, Sopran dan Bass. Setelah itu kami langsung diberangkatkan ke Jakarta dan dikarantina bersama 130 pemuda pemudi yang lolos seleksi untuk persiapan jelang HUT RI Ke-74 selama 3 minggu,” jelas Defrits saat ditemui benuanta.co.id di kediamannya.
Ia begitu takjub dengan keberagaman Indonesia, dengan dikumpulkannya putra-putri terbaik dari seluruh Indonesia di Istana Negara. Anak dari pasangan Richard Minggus Soepardi dan Melvia E Tatangindatu itu juga bertemu langsung dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo secara langsung. Kesempatan itu tentunya tak akan datang dua kali, ia pun memberikan performa terbaiknya kala menyanyikan beberapa lagu kebangsaan dan lagu-lagu daerah.
“Kami menembangkan lagu Indonesia Raya, Tanah Airku, Garuda Pancasila serta Medley lagu-lagu daerah,” ungkapnya.
Meski begitu, di balik perjuangan dan pencapaian alumnus SMA Negeri 2 Tarakan tersebut ada seorang ibu yang tak henti-henti mendukungnya. Setahun sebelumnya, Defrits juga mengikuti seleksi ajang yang sama, namun nasib lagi-lagi belum menghantarkan dia untuk lolos seleksi. Sosok Melvia akhirnya terus mendorong putra pertamanya itu untuk terus berlatih dan mencoba lagi di seleksi pada tahun 2019.
“Saya bukan egois sebagai orangtua, saya memaksa dia karena saya tahu dia dihalangi ketidakpercayaan diri karena kegagalan sebelumnya. Saya tahu dia (Defrits) ini sampai sekarang masih sangat ingin menjadi salah satu paduan suara di Istana. Jadi sebagai orangtua, saya merasa terpanggil untuk memotivasi anak saya untuk mewujudkan cita-citanya yang sudah hampir dilupakannya,” tukas Melvi.
Tak sampai di situ, pada Agustus 2020 Defrits bersama 130 orang yang tergabung di GBN tahun 2019, diperkenankan lagi mengumandangkan lagu kebangsaan pada perayaan HUT RI Ke-75 tahun 2020. Mujur nan gembira, mereka lolos tanpa seleksi karena pertimbangan pandemi Covid-19 dan juga perayaan tersebut dilakukan secara virtual bersama Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2020.
Saat ini pemuda kelahiran Tarakan, 30 Mei 2001 itu tengah menempuh pendidikan Bintara Polri di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Metro Jaya, DKI Jakarta. Dirinya menjadi salah satu dari sekitar 400 yang dinyatakan lolos seleksi di Polda Kaltara pada November 2020. Awalnya Defrits punya cita-cita tersendiri yakni bukan menjadi anggota Korps Bayangkara tersebut. Namun, lagi-lagi karena dorongan orangtua ditambah kemauannya untuk belajar dan mencoba, kini Defrits sedang unjuk gigi mengikuti pendidikan selama menjadi Siswa Seba Polri.
“Puji Tuhan akhirnya saya lolos menjadi siswa Bintara Polri. Semua tahapan seleksi berjalan lancar, namun dengan doa dan perjuangan orangtua, keluarga besar akhirnya saya dinyatakan lolos pada tahun lalu. Sejak SMP sebenarnya saya ingin sekali menjadi musisi, dalam hal ini setelah lulus SMA melanjutkan kuliah seni. Tetapi sejak SMA saya juga masih merasa ada kekurangan dalam dunia permusikan, ditambah bapak saya giat sekali bercerita bahkan mendorong saya menjadi anggota Polri, sehingga hari ini saya berusaha sungguh-sungguh menjalankan capaian ini dengan baik di SPN,” sebut Defrits.
Menjalani kewajiban dan rutinitas sebagai siswa Polri, membuatnya semakin terbentuk untuk mencintai bangsa ini. Namun dalam prosesnya selalu ada tantangan yang besar yang harus dihadapi seorang Defrits. Dua pekan setelah keberangkatannya ke SPN, dia kehilangan orang tersayangnya yang banyak memberikannya didikan dan kasih sayang sejak ia dilahirkan.
“Benar-benar peristiwa yang membuat saya terpukul. Ketika Mbah (Kakek) saya pergi untuk selamanya. Saya dan keluarga besar selama 8 bulan dengan penuh kesungguhan dan harapan yang besar merawat Mbah agar pulih. Mbah terkena stroke berat pada Maret tahun 2020 dan meninggal pada 24 November 2020. Tetapi saya harus ikhlas, karena itu adalah kehendak Tuhan yang tidak bisa dihalangi oleh manusia. Saya terus berdoa supaya Mbah bahagia bersama Tuhan,” tuturnya.
Almarhum Supardi merupakan ayah dari Richard Minggus (Orang tua Defrits). Sejak ia kecil hingga dewasa ini dirinya selalu dekat dan manja dengan mendiang pria yang meninggal pada usia 71 tahun tersebut. Namun, dirinya merasa tak boleh larut dalam duka melainkan harus bangkit dan menggunakan waktu sebaik mungkin. Sejalan dengan keinginannya untuk berkontribusi bagi negara saat mengikuti GBN lalu, sama halnya dengan saat ini yang beebrapa bulan kedepan akan dikukuhkan menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri). (*)
Reporter : Kristianto Triwibowo
Editor : Nicky Saputra