Oleh : Tri Mahardika Dewi, M.Psi., Psikolog
(Founder Pusat Layanan Psikologi Balanceway Indonesia)
SUDAH nyaris 1 tahun kita rakyat Indonesia dan juga warga Kota Tarakan harus berhadapan dengan pandemi covid – 19 yang tak kunjung membaik. Apabila diperhatikan justru kurva angka positif terus meningkat. Perlu disyukuri saat ini mulai muncul harapan baru, yakni vaksin. Namun demikian, banyak ahli yang menyatakan bahkan dengan vaksin sekalipun pandemi tidak begitu saja dapat berakhir dan membawa kehidupan manusia kembali seperti sedia kala. Protokol kesehatan tetap harus dijalankan sembari menunggu proses vaksin yang diberikan ke seluruh masyarakat dapat bekerja dengan baik guna menghentikan penyebaran virus secara massive.
Sebenarnya, kalau kita semua memperhatikan data penyebaran dan juga mengenali karakteristik virusnya terlihat jelas bahwa saat ini kita berada dalam kondisi kritis. Kita seharusnya meningkatkan kerjasama untuk menghentikan laju penyebaran virus. Akan tetapi, mengapa faktanya justru masyarakat terlihat semakin bebas dan acuh tak acuh terhadap permasalahan ini? Kali ini saya coba membahasnya dari sudut pandang psikologi secara umum.
Dalam kasus pandemi ini, mau menyalahkan sepenuhnya ke masyarakat sebenarnya bukanlah hal yang tepat, mengingat adanya situasi yang terus berubah dan juga regulasi pemerintahan di seluruh dunia yang terlihat masih dalam proses adaptasi menghadapi fenomena baru ini. Belum lagi, banyaknya informasi dan berita hoax yang beredar. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat terpecah dan ada juga yang kebingungan. Di sisi lain, adanya situasi dimana kebebasan individu dalam bersosialisasi, beraktifitas dan memperoleh sarana hiburan menjadi terbatas, juga menjadi permasalahan yang terakumulasi.
Situasi yang serba tidak jelas, mengakibatkan masyarakat berada dalam kondisi frustrasi dan juga cemas. Akan tetapi, terus bertahan dalam “pengekangan” protokol kesehatan juga bukan merupakan suatu hal yang mudah karena musuh yang dihadapi dan goal yang dicapai untuk usaha tersebut juga tidak benar – benar terlihat. Hal ini akan berkaitan dengan tidak adanya alasan yang jelas sebagai energi individu untuk terus bertahan dalam “pengekangan” protokol kesehatan, walaupun secara logika hal ini jelas penting.
Akhirnya akan terjadi beberapa tipe individu yang beredar di masyarakat, ada yang dari awal sudah termakan hoax dan tidak percaya dan memilih abai, ada yang percaya namun tidak mampu bertahan karena ketidakjelasan kemudian mengembangkan rasionalisasi dan penolakan, ada yang rigid / ketat terhadap protokol kesehatan dan tetap bertahan. Hal ini mengakibatkan polarisasi dan pergesekan antar masyarakat di ragam lingkungan sosial, dan sedihnya lebih memperparah kondisi ketidak jelasan.
Mengapa menambah kondisi ketidakjelasan? Karena semakin banyak masyarakat yang abai dan menjalankan aktifitas harian seakan covid – 19 tidak pernah ada. Banyak yang memajang kegiatan nongkrong dan liburan di media sosial seakan semua baik – baik saja, beraktifitas dengan abai protokol kesehatan, bahkan ada yang menyebarkan pandangan yang menyangsikan covid – 19 ataupun vaksin dengan data yang sumbernya tidak jelas. Kondisi yang terus menerus seperti ini akan mengakibatkan kebingungan yang lebih jauh lagi di kalangan masyarakat bahkan yang telah menjalankan protokol sekalipun. Masyarakat akan bingung dengan pengalaman visual mereka, apakah covid – 19 ini nyata? Apakah seberbahaya itu? Karena prinsip manusia sebagai makhluk sosial dan juga makhluk yang belajar dari lingkungan, hal ini akan mengakibatkan keraguan dan kebingungan yang teramat sangat bahkan dengan data dan fakta yang dijabarkan sekalipun. Masyarakat akan selalu bertanya sebenarnya kondisi seperti apa? Dan saya harus bagaimana?
Di sisi lain, kondisi ini mengakibatkan angka penularan semakin menggila. Fasilitas kesehatan baik dari segi alat kesehatan ataupun tenaga kesehatan Indonesia sedari dulu sebelum pandemi covid – 19 pun memang tidak pernah benar – benar cukup. Namun, kali ini benar – benar ditampar oleh kenyataan ribuan pasien yang terus berdatangan. Overload, itu pasti. Ya, ada yang bisa sembuh. Tapi yang kemudian berpulang ke rumah Tuhan juga tidak sedikit dan itu bukan angka, itu nyawa, cerita dan meninggalkan banyak hati yang terluka.
Inti dari penjelasan dinamika yang panjang lebar ini adalah, saya mengajak masyarakat Indonesia khususnya warga kota Tarakan untuk lebih berhati – hati dalam mengambil tindakan. Seluruh aktifitas yang terekam baik oleh media ataupun mata manusia lainnya akan berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat keseluruhan dalam menghadapi pandemi ini. Terutama bagi warga yang memiliki impact lebih jauh seperti pejabat, tenaga kesehatan, influencer dan lain sebagainya. Mari kita praktekan aktifitas yang taat protokol, edukasi tentang pandemi dan penanganan serta dukung pelaksanaan vaksin sebagai salah satu harapan kita untuk dapat bertahan dengan lebih baik lagi. Hindari kegiatan yang dapat membingungkan khalayak, karena walau hanya mempengaruhi 1 orang saja itu tetap akan berdampak pada dinamika perilaku sosial masyarakat.
Kita mungkin tidak terkena atau terkena lalu sembuh, tapi bagaimana dengan saudara kita yang lain? Para lansia, para warga dengan komorbid dan anak serta bayi? Bagaimana dengan tenaga kesehatan kita yang untuk mencetak kembali angka kesesuaian nakes dan masyarakat butuh waktu teramat lama. Bagaimana dengan guru agama kita? Guru keilmuan kita? Orang – orang hebat lainnya dan tentunya keluarga terdekat kita. Mari kita bantu sebisa kita. Bagi yang memiliki alternatif di rumah saja, yuk stay at home. Bagi yang tidak, ayo jalankan harimu dengan protokol kesehatan yang baik. Bersama kita bisa, tidak ada hal yang tidak mungkin dengan usaha dan doa. Semoga saya, kamu dan kita selalu sehat dan kita mampu melewati ini bersama. Salam sehat, cerdas dan sejahtera dari Balanceway Indonesia.(*)
Editor : M. Yanudin