BULUNGAN – Selama terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara yang telah dimekarkan menjadi provinsi ke-34 di Indonesia, masih banyak persoalan mendasar yang belum dituntaskan hingga sekarang. Salah satunya fasilitas pendidikan yang minim dirasakan masyarakat Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan.
Hal ini diungkapkan Ratna, warga Kilometer (Km) 57, Tanjung Palas Timur, yang mengaku miris melihat kondisi wilayah perbatasan Bulungan (Kaltara)-Berau (Kaltim), lantaran kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara.
“Miris ya karena kita banyak dikasih janji-janji (Gubernur). Siapa pun pemerintahnya nanti, semoga bisa dikasih tempat pendidikan yang lebih layaklah untuk adik-adik kita. Kalau untuk SMP kan sudah ada Alhamdulillah, untuk SMA ini yang belum. Jauh-jauh semua, apa lagi kalau anak perempuan kita tidak bisa lepaskan jauh sekali,” ujar Ratna, Rabu (14/10/2020).
Selama kurang lebih 8 tahun berpisah dari Provinsi Kaltim, masyarakat yang ingin mengenyam dunia pendidikan juga belum melihat adanya pembangunan gedung sekolah. Terlebih untuk SMA yang sangat penting untuk menunjang mencetaknya generasi muda. Kata Ratna, gedung SMA yang ada jaraknya cukup jauh, yakni sekitar 48 kilometer.
“Kalau kita berangkat dari sini jam 6 pagi, sampai di sana itu jam 7 lewat. Untuk ke SMK 3, harus naik motor dari sini (Km 57) ke kilo 12,” imbuhnya.
Selain itu, tingginya biaya pendidikan untuk menyekolahkan anak-anak di daerah itu kerap dirasakan oleh orang tua yang rata-rata berprofesi sebagai petani.
“Untuk biaya, di sini juga kebanyakan petani. Pasti mayoritas orang yang tidak mampu. Kalau pendidikanya mahal dan harus ke kota untuk mengurus segala sesuatunya, pasti membutuh biaya yang banyak. Jadi kasihan untuk adik-adik kita yang tidak mampu, jadi tidak bisa melanjutkan pendidikan (menganggur),” terangnya.
“Kita berahap adanya gedung untuk adik-adik kita, supaya mereka bisa melanjutkan pendidikan SMA tanpa harus ke kota yang jaraknya jauh dan biayanya mahal. Minimal bisa dibuatkan beberapa ruangan kelas dulu untuk digunakan secara bergantian, yang penting ada gedungnya. Karena semangat untuk melanjutkan pendidikan dari adik-adik kita di sini sangat tinggi, tapi sayangnya terbatas oleh biaya,” tandas Ratna.(*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor: M. Yanudin







