MAKASSAR – Direktur Kriminal Khusus (Diretkrimsus) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), Kombes Pol Agustinus Berlianto membenarkan mulai menindaklanjuti laporan dugaan kebocoran uang kas yang dikelola Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel Tahun Anggaran (TA) 2019.
“Laporan baru masuk, dan sementara kita tindaklanjuti,” singkat Agustinus, Senin (13/7/2020).
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menerima predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel. Namun di balik WTP tersebut dinilai terdapat beberapa kejanggalan. Pasalnya di tahun 2019 diduga terjadi ketekoran uang kas yang dikelola Sekretariat DPRD Sulsel dan terindikasi mengalami kerugian negara hingga puluhan miliar.
Maka, Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Boni Sabari mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kejanggalan pemberian WTP oleh BPK Sulsel atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2019. Pasalnya, laporan keuangan Pemprov Sulsel TA 2019 diduga terjadi ketekoran uang kas senilai Rp 20 miliar lebih yang bersumber dari kelebihan realisasi belanja operasional dewan, seperti tunjangan komunikasi dan perumahan untuk pimpinan DPRD Sulsel.
“Seperti yang kita ketahui bersama tentang dugaan terjadinya kerugian negara pada ketekoran kas di bendahara Sekwan DPRD Sulsel sebesar Rp 20 miliar lebih, dan dimuat di media cetak maupun elektonik. Tentu ini sudah pelanggaran hukum dan kerugian negara yang terjadi pada APBD TA 2019,” sorot Boni.
Sebab, WTP yang diberikan kepada Pemprov Sulsel dianggap sebuah kolusi untuk menggolkan anggaran. Sehingga, Boni berharap aparat kepolisian serius melakukan penegakan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dan UU Nomor 1/2004, UU Nomor 15/2004 mengoptimalkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
“PSI menduga adanya kolusi untuk alokasi anggaran, sehingga melanggar dari aturan-aturan yang ada. Kami telah melaporkan ini kepada Staf khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono untuk diteruskan kepada Presiden agar mendapat perhatian serius serta meminta Kapolri, memberi arahan kepada Ditreskrimsus Polda Sulsel menindaklanjuti kasus tersebut,” pungkasnya.
Jauh sebelumnya, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha (UPA) telah lebih dulu menyoroti predikat WTP yang dianugerahkan ke Pemprov Sulsel. Peneliti senior PUKAT UPA , Bastian Lubis menilai, Pemprov Sulsel tidak layak mendapatkan predikat WTP, karena ditemukan kerugian negara di TA 2019.
Pasalnya, di tahun 2019 ada indikasi kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah. Seperti dugaan ketekoran kas bendahara sekretaris dewan sebesar Rp 21 miliar lebih, yang harus segera dikembalikan. Kemudian, kelebihan realisasi belanja operasional dewan seperti tunjangan komunikasi, perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Sulsel sebesar 467 juta lebih juga harus dikembalikan ke kas daerah. Sebab, anggaran tidak tersedia dalam pagu anggaran yang bertentangan dengan Perda provinsi no 5 tahun 2017.
Tak hanya itu, Bastian Lubis membeberkan, kerugian negara turut terjadi pada kelebihan pembayaran kegiatan reses, perjalanan dinas, belanja barang serta sosialisasi peraturan daerah sebesar Rp 23 miliar lebih.
“Indikasinya sama seperti tahun anggaran 2009 sebelumnya dalam LHP BPK No.146/HP.XIX/V/KS/05/2010 tanggal 22 Mei 2010 selalu ada dobel-dobel dalam membuat SPJ-nya, serta diduga adanya pelaksanaan kegiatan penyebarluasan Perda dilaksanakan tidak sesuai dengan anggaran berbasis kinerjanya dalam DPA sebesar Rp 63 miliar rupiah,” kata Bastian Lubis belum lama ini.
“Saya pasti akan laporkan ke KPK baik oknum BPK maupun pejabat Pemprov sulsel karena sudah banyak kasus-kasus yang sama tetapi dibiarkan terus terjadi. Ingat kita kerja mengelola uang rakyat yang dibayar oleh dana pajak rakyat, jadi harus bekerja profesional,” ujarnya dikutip dari berbagai sumber.(*)
Reporter: Akbar
Editor: M. Yanudin