TANJUNG SELOR – Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kaltara melaporkan dalam siaran pers-nya, Pemerintah Provinsi Kaltara berencana melakukan pengadaan alat tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) di Provinsi Kaltara. Pihaknya sudah mengkonsultasikan tentang alat RT PCR ke penyedia dan provinsi lain yang sudah membeli.
“Kalau masalah harganya memang untuk alat ini pastinya bisa kita beli, tapi cukup banyak persyaratan seperti tempat yang layak dengan adanya tekanan negatif dan faktor keamanan lainnya,” ucap Jubir Penanganan Covid-19 Kaltara Agust Suwandy kepada benuanta.co.id, Ahad 26 April 2020.
Tak hanya itu, nantinya pemerintah membutuhkan sumber daya manusia (SDM) terlatih yang pernah melakukan uji PCR yang belum dimiliki oleh Pemprov Kaltara. Itu dikarenakan Kaltara merupakan provinsi baru dan selama ini belum memiliki Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi sendiri.
“Tapi tetap akan kita upayakan bisa memenuhi persyaratan itu walaupun butuh waktu lebih lama,” jelasnya.
“Kita tentunya memikirkan safety orang menguji dan lingkungan sekitar. Mungkin masyarakat berpikir membeli alat tersebut seperti membeli komputer saja, yang langsung bisa dioperasikan. Kami sudah menghubungi penyedia di Makassar dan masih menunggu RAB yang akan mereka kirimkan,” sambung pria yang menjabat sebagai Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kaltara ini.
Terkait penggunaan laboratorium di RSUD Tarakan untuk pemeriksaan Covid-19 dengan alat Tes Cepat Molekuler (TCM) menurut informasi dari Kementerian Kesehatan, sekitar awal Mei baru “Catride” khusus SARS-COV akan tiba dari Amerika. Kemudian akan dikirim ke provinsi yang telah dinyatakan siap yang akan ditetapkan dengan SK Menkes.
“Untuk Kaltara yang memehuhi syarat untuk Lab TCM baru RS Tarakan, karena telah memiliki BSC Kelas 2, semacam rak filter untuk mengamankan penguji, sampel yang diuji dan lingkungan sekitar. Mohon kita bersama-sama bisa memaklumi kondisi ini,” ungkapnya.
Agust mengatakan, persyaratan tempat untuk PCR harus sesuai standar, antara lain ada ruang dekontaminasi, ruang proses kotor, ruang ekstraksi, ruang bersih, ruang administrasi dan managerialnya. Secara umum bangunan harus dengan tekanan negatif, artinya dari ruangan tersebut tidak akan mengeluarkan paparan virus sampai keluar.
“Kalau untuk SDM kita bisa merekrut SDM yang sudah ada, dengan memberikan pelatihan atau magang ke Lab PCR yang sudah ada,” ujarnya.
Sedangkan untuk Labkesda Tarakan pihaknya masih akan survei kelayakannya, begitu juga di RSU Tarakan. Seandainya memungkinkan di ibukota provinsi lebih baik lagi agar Tim Gugus Tugas lebih mudah melakukan monitoring dan evaluasi (Monev).
“Perkiraan waktu kalau untuk kesiapan tempat tergantung tempatnya yang akan ditempatkan PCR. Jika renovasi pada lab yang sudah ada tentu lebih cepat,” paparnya.
Hanya saja akan diusahakan segera setelah ada kepastian alat yang akan dipesan. Kata dia, mengingat alat ini juga impor dari Jerman, pihaknya pun mengupayakan mencari alat yg sudah ready di Indonesia atau yang sudah diimpor.
“Info dari penyedia di Makassar mereka ada stock alat itu di Jakarta, makanya kami minta dikirimkan RAB untuk mengetahui secara terinci alat yang ada serta harganya,” pungkas Agust. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: M. Yanudin