ARUS lalu lintas yang melambat, bahkan macet pada jam-jam tertentu dikeluhkan sejumlah pengendara. Umumnya, para pengendara menilai kemacetan terjadi karena kurang tegasnya pemerintah menerapkan aturan penggunaan parkir pada sejumlah bangunan di jalan protokol serta meningkatnya jumlah kendaraan.
Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) Polres Tarakan, AKP Aroefik Aprilian Riswanto menilai, anggapan masyarakat soal kemacetan memang perlu jadi perhatian. Dalam pantauannya, arus lalu lintas macet tergantung pada waktu tertentu. Misalnya, saat jam pelajar berangkat ke sekolah dan kerja di pagi hari. Begitu pula, saat jam istirahat siang serta sore.
“Kita (di Tarakan) tidak ada kemacetan parah yang kondisinya tidak bisa berjalan atau kecepatannya di bawah 10 Km/jam, saya rasa tidak ada. Namun lokasi-lokasi yang ramai seperti di lokasi ketika pagi hari di Bundaran Gitajalatama, di situ cukup padat ketika pagi hari, sehingga saya tugaskan anggota saya melakukan pengaturan di pagi hari,” ungkap Aroefik.
Bundaran Gitajalatama dinilai wajar mengalami kepadatan kendaraan sehingga kadang macet lantaran kendaraan dari arah Jalan Diponegoro, Jalan Panglima Batur dan Jalan Jenderal Sudirman banyak yang satu arah ke RE Martadinata. Kondisi tersebut belum termasuk dari arah timur Jalan RE Martadinata yang juga menghubungkan 3 jalan utama, yakni Jalan Pulau Halmahera, Jalan Pulau Sumatera dan Jalan Teuku Umar.
Jalan lainnya yang sering macet adalah Jalan Slamet Riyadi, Kampung Bugis. Jalan ini memang sering macet pada pagi hari lantaran menjadi sasaran belanja warga dan dijadikan jalan alternatif warga menuju Jalan Jenderal Sudirman. Selanjutnya adalah Jalan Ki Hajar Dewantara. Jalan ini dikenal sebagai jalan paling macet pada jam-jam tertentu lantaran berdiri 2 sekolah yang selalu ramai pengatar dan penjemput. Tidak hanya itu, jalan ini juga banyak berdiri usaha kuliner sehingga ramai oleh pembeli lalu lalang.
Aroefik menambahkan, jalan yang sering membuat kendaraan melambat adalah Jalan Yos Sudarso, tepatnya di depan toko yang berdiri di sepanjang jalan ini. Di jalan ini banyak kendaraan yang memarkir kendaraannya di pinggir jalan, bahkan ada yang sampai memarkir kendaraannya di atas trotoar. Yang terakhir adalah di Jalan Sei Sesayap, tepatnya di depan SD Ulul Albab. Penyebabnya sama dengan yang terjadi di Jalan Ki Hajar Dewantara, yakni banyak pengantar dan penjemput siswa, ditambah lagi jalur tersebut adalah pilihan utama para pekerja PT Idec Awi Tarakan.
“Kalau di depan SMA dan SMP 2 (Jalan Ki Hajar Dewantara), macetnya ketika adanya kegiatan pulang sekolah. Kemudian yang menjemput parkir kanan-kiri. Ada orang, dia tahu dia melanggar rambu, dia tidak pedulikan itu. Sehingga dibikinkan two ways (jalan dua arah), sedangkan disitukan one way (jalan satu arah) ada batas jamnya. Kita sudah melakukan penilangan berkali-kali, tapi kita tidak bisa menjaga 1×24 jam disitu,” terangnya.
Bagi Aroefik, kondisi perlambatan lalu lintas ini belum dikategorikan kemacetan, kecuali terdapat event besar, seperti pawai pembangunan yang belum lama ini digelar. Namun, di sisi lain, Aroefik menilai, banyak pemilik bangunan yang tak mengindahkan aturan parkir juga menjadi kendaral. Di Jalan Yos Sudarso misalnya, pembangunan toko, ruko, bangunan pribadi, tidak memikirkan dampak kemacetan akibat tak tersedianya lahan parkir. Kondisi yang sama juga terpantau di traffick light menuju Sebengkok, masyarakat memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir kendaraan yang dominan kendaraan roda empat.
“Misalnya toko material bangunan, dia tidak menyiapkan satu atau dua lokasi parkir kendaraan. Ada swalayan di situ, di situlah kenapa sampai masyarakat sampai parkir di badan jalan,” jelasnya.
Melihat kondisi ini, Aroefik dan anak buahnya mengaku dilema melakukan penindakan lantaran persoalan serupa terus terulang akibat tidak adanya solusi pengadaan lahan parkir.
“Sat Lantas menindak dalam artian menertibkan hal tersebut, kita harus melihat sisi positif dan sisi negatif dalam suatu penindakan. Sisi positif dari penindakan pasti akan tertib dari sisi negatifnya. Ibarat menekan balon dari kiri, maka kanan membesar. Gitu sebaliknya jadi tidak ada jalan keluar, maka bisa terjadi masalah baru,” imbuhnya.
Dia pun mengimbau agar pemilik toko menyiapkan lahan parkir untuk pelanggannya masing-masing. “Di situ terjadi perlambatan karena ada traffick light, tapi tidak sampai stagnan bisa berjam-jam, satu jam, tidak ada seperti itu,” ujarnya.
Apakah persoalan ini telah dibicarakan bersama stekholder terkait? Aroefik berujar, pihaknya pernah rapat bersama Wali Kota Tarakan dr Khairul MKes terkait masalah parkir. Memang, kata dia, persoalan sarana yang mesti didahulukan agar ada solusi bagi kendaraan yang hendak parkir.
“Sarana terlebih dahulu, baru kita melakukan penindakan secara signifikan. Penertiban bangunan, itu bukan hal yang gampang. Orang mesti membongkar bangunannya, biar ada tempat parkir bagi pelanggannya. Itu cost yang tidak kecil dan tidak gampang. Terutama lahan kecuali di belakang pertokoan itu ada tanah kosong mungkin enak saja, parkir di belakang,” tuturnya.
Untuk mengatasi persoalan macet, sekitar 55 personel Sat Lantas Polres Tarakan diturunkan ke jalan melakukan pengaturan lalu lintas. Para personel ini dibagi di sekitar 20 titik. Di Bundaran Gitajalatama, sebanyak 3 personel kepolisian disiagakan.
“Pagi hari saat berangkat ke sekolah dan siang hari pulang sekolah, atau jam makan siang. Kalau pulang sore, tidak signifikan karena keluarnya tidak bersamaan juga, ekskul sekolah jamnya beda-beda. Ketika habis zuhur itu bisa padat,” ungkapnya.
Menurut Aroefik, Tarakan memiliki peluang menjadi kota yang macet arus lalu lintasnya bila pemerintah tidak memiliki terobosan untuk mengurai potensi kemacetan tersebut. Ditambah lagi Ibu Kota Indonesia akan pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim), jumlah kendaraan dan kepadatannya juga akan meningkat dari tahun ke tahun.
“Kalau saya lihat, dalam artian adanya perubahan Ibu Kota mau ke Kalimantan Timur, kemungkinan perubahannya akan signifikan (kendaraan kian padat). Tapi, kalau dibilang kemacetan kita itu satu pulau, banyaknya kendaraan bisa kita prediksi, masyarakat saja yang menggunakan Avanza sudah cukup ini (banyak). Kalau bosan dijual, dikeluarkan lagi kendaraan (baru),” jelasnya.
Aroefik kemudian menekankan agar pemerintah mampu melahirkan solusi dan mengelola solusi tersebut dengan baik. Jika tidak, dia memastikan Tarakan akan benar-benar macet. “Kalau dibilang kemacetan, kita ada ambang kemacetan. Cuma, ketika nanti pemerintah pintar mengelola jalannya, kemudian pengurusan pengeluaran IMB dia lebih selektif. IMB harus dilengkapi dokumen Amdal Lalin (Lalu Lintas), Amdal Lingkungan, jadi yang membangun disitu ada atau tidak dampak yang terjadi. Tidak ada terdampak segala macam, oke-oke saja. Sekarang kan banyak yang salah lokasi, bangunannya salah kaprah,” sambungnya.
Untuk mengurai kemacetan arus lalu lintas di dalam kota, Aroefik mengimbau masyarakat agar tak membawa banyak barang saat bepergian serta parkir pada tempat yang dibenarkan. “Tempatkanlah kendaraan Anda di tempat parkir yang benar. Ketika kendaraan diparkir posisi yang tidak benar, (saat) terjadi laka lantas yang disalahkan yang parkir, ada unsur kelalaian. Kenapa disalahkan yang parkir? Jawabannya, kalau tidak parkir disitu maka tidak ada yang nabrak,” jelasnya. (raz)