Mengupas Isi KUHP dan KUHAP Baru: Banyak Aturan Lama Berubah, Apa Saja?

benuanta.co.id, TARAKAN– Sosialisasi mengenai pembaruan KUHP dan KUHAP terbaru digelar di Tarakan sebagai langkah penting untuk menyamakan pemahaman aparat penegak hukum sebelum regulasi baru ini mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Kegiatan tersebut membahas perubahan besar dalam sistem hukum pidana Indonesia, mulai dari reformasi konsep pemidanaan hingga modernisasi prosedur peradilan.

Pemateri KUHP sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Dr. Syafruddin, S.H., M.Hum, menjelaskan aturan tersebut sebenarnya telah disahkan pemerintah sejak tiga tahun lalu, tetapi implementasinya baru dapat dilakukan pada 2026 setelah masa persiapan yang panjang.

“Ini memang disahkan tiga tahun lalu tetapi baru sekarang disosialisasikan karena butuh kesiapan menyeluruh,” ungkapnya, Kamis (11/12/2025).

Penjelasan mengenai alasan pembaruan juga disampaikan, revisi KUHP bukanlah upaya yang terlambat, tetapi langkah strategis menyesuaikan perkembangan zaman dan meninggalkan warisan kolonial.

“Banyak yang bilang terlambat, tapi bagi saya tidak, karena KUHP lama itu produk kolonial,” tegasnya.

Dr. Syafruddin kemudian menyoroti pergeseran paradigma pemidanaan dari pendekatan retributif menuju sistem yang lebih humanis dan berbasis keadilan restoratif. “KUHP baru membawa sistem pemidanaan yang jauh lebih modern dan tidak hanya berfokus pada penjara,” ujarnya.

Baca Juga :  KPK Jadwalkan Limpahkan Perkara Immanuel Ebenezer pada Kamis Besok

Dalam paparannya, Dr. Syafruddin juga menguraikan prioritas pidana alternatif seperti Pidana Tutupan, Denda, Pidana Kerja Sosial, dan Pidana Pengawasan untuk mengatasi overkapasitas lapas.

“Hakim wajib mengutamakan keadilan di atas aturan bila keduanya berbenturan,” paparnya.

Dr. Syafruddin, memebeberkan KUHP turut mencakup pengaturan khusus bagi anak, penyandang disabilitas, dan korporasi, termasuk pidana mati yang kini disertai masa percobaan 10 tahun.

“Pidana mati tetap ada, tetapi penerapannya sangat terbatas dan harus melalui mekanisme pengawasan,” tukasnya.

Sementara itu dari sisi KUHAP, pemateri yang juga merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Adi Freddy Bawaeda, S.H., M.H., Li, menjelaskan aturan baru ini dirancang sebagai pendamping KUHP 2023, dengan membawa perpaduan sistem hakim aktif dan prinsip fair trial yang menekankan kejujuran serta transparansi.

“KUHAP baru ini menekankan kejujuran dan transparansi, sehingga proses peradilan lebih akuntabel,” ujarnya.

Baca Juga :  KPK Jadwalkan Limpahkan Perkara Immanuel Ebenezer pada Kamis Besok

Ia menerangkan KUHAP baru memperkuat peran advokat sekaligus meningkatkan pengawasan yudisial atau judicial scrutiny dalam setiap tahapan perkara. “Ada penguatan signifikan terhadap pendamping hukum agar posisi tersangka dan korban lebih terlindungi,” jelasnya.

Pada tahap penyidikan, pembaruan dilakukan melalui penguatan koordinasi antara penyidik dan kepolisian, penambahan mekanisme Keadilan Restoratif, serta aturan rinci terkait pengakuan bersalah.

“Sistem penyidikan kini lebih terarah karena ada pedoman baru dalam pengakuan dan restorasi,” katanya.

Adi Freddy kemudian menguraikan terkait tahap penuntutan, di mana jaksa kini memiliki ruang lebih luas untuk menyelesaikan perkara di luar sidang melalui restorative justice, deferred prosecution agreement, hingga denda damai.

“Penuntutan bisa diselesaikan tanpa sidang bila memenuhi ketentuan tertentu,” terangnya.

Salah satu poin yang paling menjadi perhatian peserta adalah pembatasan upaya paksa yang kini lebih ketat dan wajib diawasi. “Mulai penyadapan, pemblokiran, hingga penetapan tersangka, semuanya kini harus diawasi dan disampaikan maksimal satu hari setelah penetapan,” tegasnya.

Adi Freddy juga menekankan perluasan mekanisme praperadilan yang kini tidak hanya menguji penahanan dan penangkapan, tetapi juga penyitaan benda yang tidak terkait tindak pidana hingga penundaan perkara tanpa alasan sah.

Baca Juga :  KPK Jadwalkan Limpahkan Perkara Immanuel Ebenezer pada Kamis Besok

“Praperadilan kini lebih luas agar tidak ada kewenangan yang berjalan tanpa kontrol,” imbuhnya.

Pada tahap persidangan, hakim diberi ruang untuk menanyakan upaya perdamaian antara terdakwa dan korban, sementara alat bukti kini mencakup bukti elektronik serta pengamatan hakim.

“Bukti yang diperoleh melanggar hukum langsung gugur dan tidak memiliki kekuatan pembuktian,” bebernya.

Adi Freddy juga menambahkan, sistem pemasyarakatan juga mengalami penguatan, di mana pemidanaan pengawasan dan tindakan kini melibatkan peran aktif jaksa dan pembimbing kemasyarakatan serta diawasi oleh Hakim Pengawas dan Pengamat.

“Pemidanaan pengawasan kini lebih ketat dan melibatkan banyak pihak,” pungkasnya.

Hal ini menegaskan pembaruan KUHP dan KUHAP bukan hanya perubahan aturan, tetapi transformasi sistemik yang membutuhkan kesiapan dan pemahaman bersama agar penerapannya berjalan efektif dan berkeadilan. (*)

Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *