DPRD Tarakan Tetapkan Enam Langkah Penanganan di Tengah Lonjakan Harga LPG

benuanta.co.id, TARAKAN – Kelangkaan dan lonjakan harga LPG 3 kg di Tarakan terus menjadi keluhan masyarakat. Harga gas subsidi di tingkat pengecer mencapai Rp50.000 hingga Rp100.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Selain itu, kebijakan penjualan LPG pink di pangkalan turut membebani distribusi.

Sales Branch Manager Gas Kalimantan Utara, Muhammad Ainul Habibi, membantah adanya kebocoran LPG di pangkalan dan menegaskan aturan penjualan LPG pink bukanlah bentuk sanksi, melainkan upaya meningkatkan penggunaan LPG non-PSO (Non Subsidi).

“Pangkalan yang menjual LPG non-PSO sebenarnya mendapat keuntungan tambahan, dan tidak ada sanksi bagi yang tidak menjualnya. Kami juga memastikan kualitas LPG sebelum dikirim ke agen dan pangkalan,” jelasnya, Senin (17/3/2025).

Ketua Forum Komunikasi Ketua Rukun Tetangga (FKKRT) Tarakan, H. Muhammad Rusli H. Jabba, menyambut baik pencabutan aturan LPG pink yang selama ini dianggap membebani pangkalan. Ia juga menyoroti harga LPG di Tarakan yang jauh lebih mahal dibandingkan kota lain, seperti Surabaya dan Makassar.

Baca Juga :  Akses Terhambat, Damkar Kesulitan Padamkan Kebakaran Pabrik Udang di Tarakan

“Kami berharap kebijakan baru ini bisa menekan harga di lapangan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kota Tarakan, Simon Patino, mengatakan salah satu langkah yang diambil adalah memperketat pengawasan pangkalan agar harga tetap sesuai HET. Selain itu, DPRD juga meminta pembentukan tim kajian oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (DKUKMP) Kota Tarakan untuk mencari solusi distribusi LPG.

“Kami melihat harga LPG di pengecer sudah sangat tinggi, berkisar antara Rp50.000 hingga Rp100.000. Ini jauh dari harga yang seharusnya, sehingga pengawasan di tingkat pangkalan harus diperketat agar LPG tidak jatuh ke tangan pengecer nakal,” kata Simon.

Baca Juga :  Posko Terpadu Angkutan Udara Lebaran 2025 Resmi Dibuka di Bandara Juwata

Selain itu, DPRD juga memutuskan untuk mencabut aturan yang mewajibkan pangkalan menjual 5% dari total LPG yang diterima dalam bentuk LPG pink. “Kini aturan tersebut sudah dihapus setelah mendapat persetujuan semua pihak. Ini tentu menjadi kabar baik bagi pangkalan, karena selama ini kebijakan tersebut dianggap sebagai beban,” ujarnya.

Keputusan lainnya adalah mengaktifkan kembali Satuan Tugas (Satgas) LPG untuk memastikan distribusi berjalan sesuai aturan. “Satgas ini akan bekerja sama dengan Pertamina dan agen untuk memastikan LPG 3 kg benar-benar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak,” jelas Simon.

DPRD juga meminta agar pangkalan di daerah yang belum terjangkau jaringan gas kota (Citigas) diprioritaskan dalam penyaluran LPG. “Masyarakat yang tidak memiliki akses ke gas kota tentu lebih membutuhkan LPG 3 kg. Oleh karena itu, pangkalan di wilayah seperti ini harus diprioritaskan dalam distribusi,” tegasnya.

Baca Juga :  Diduga Tak Kuat Menanjak, Dua Truk Terlibat Laka di Gunung Amal

Persoalan lain yang turut diatur adalah pemutusan hubungan usaha (PHU) bagi pangkalan. Jika ada agen yang memutus kerja sama dengan pangkalan di suatu RT, penggantinya harus berada di RT yang sama dan tidak boleh dipindahkan ke lokasi lain.

“Kami ingin memastikan bahwa distribusi tetap merata dan tidak ada RT yang kehilangan akses LPG akibat pemutusan kerja sama yang tidak terkontrol,” ujar Simon.

Dengan langkah-langkah ini, DPRD berharap permasalahan LPG 3 kg di Tarakan bisa segera teratasi.

“Kami akan terus memantau perkembangan di lapangan dan memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar berjalan sesuai harapan masyarakat,” pungkasnya. (*)

Reporter: Charles

Editor: Nicky Saputra 

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *