benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Tiga penyakit yang disebut dengan Aids, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) menjadi momok di Indonesia.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Utara (Kaltara) Agust Suwandy, mengatakan kondisi tersebut juga berlaku di Kaltara.
Mengingat kata Agust sapaannya, tantangan ataupun penemuan kasus penyakit belum sesuai dengan teget yang ditetapkan. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang dinilai cukup berbahaya.
“Ketika banyak kasus yang tidak ditemukan, nantinya ditakutkan penyebaran penyakit tersebut akan semakin besar di tingkat masyakarat,” ucapnya, Rabu (22/11/2023).
Tak hanya itu, terkait dengan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Banyak yang mulai pengobatan namun terjadi drop up atau terjadi penurunan, hal ini banyak terjadi pada penderita Aids.
“Banyak yang menjalani pengobatan tetapi, setelah beberapa bulan tiba-tiba penderita Aids tersebut menghilang dan tidak bisa dihubungi. Itu juga bisa menyebabkan kegagalan dalam pengobatan,” jelasnya.
Begitu juga dengan penyakit Tuberkulosis atau yang lebih dikenal dengan TBC, juga banyak terjadi kegagalan dalam pengobatan.
Agust menjelaskan, ketika pasien penderita TBC memulai pengobatan beberapa pekan, namun ada pasien yang menghentikan pengobatan dengan berbagai alasan, seperti obat yang tidak enak atau memang tidak mau melanjutkan pengobatan.
“Dengan tidak melanjutkan pengobatan tentu akan sangat membahayakan. TBC Resisten Obat sebenarnya lebih berbahaya dari pada TBC biasa. Karena selain pengobatannya yang sulit, potensi untuk menularkan ke orang lain dengan jenis yang sama resisten obat. Jadi tingkat bahayanya akan lebih tinggi,” jelasnya.
Tak hanya HIV dan Tuberkulosis, tantangan terhadap penyakit malaria terhadap temuan kasus. Pasalnya penyakit malaria banyak terjadi di daerah-daerah tambang, perbatasan yang masih didominasi hutan.
Untuk menemukan kasus malaria, petugas kesehatan sedikit kesulitan dari segi letak geografis dan bertemu dengan pasien. Dengan temuan kasus yang ada saat ini banyak dari penebang hutan, dan petambang yang beraktifitas pada malam hari.
“Kita agak sulit untuk menemukan kasus malaria, sementara jika ini tidak ditemukan. Kemungkinan akan terjadi penularan ke orang lain, kalau cepat ditemukan maka akan dilakukan pengobatan dan evaluasi,” tuturnya.
Lanjut kata Agust, hal ini sangat menentukan tingkat keberhasilan eliminasi malaria di suatu daerah. Untuk wilayah di Kaltara tiga daerah sudah mendapatkan sertifikat eliminasi seperti Kota Tarakan, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Tana Tidung (KTT). Sedangkan dua daerah untuk Kabupaten Bulungan dan Malinau saat ini masih berjuang untuk mendapatkan sertifikat eliminasi, mengingat masih ditemukan kasus penularan setempat atau lokal.
“Jadi itu tantangan kita dalam upayanya pengobatan penyakit Aids, Tuberkulosis dan Malaria (ATM) di Kaltara,” pungkasnya. (*)
Reporter: Ike Julianti
Editor: Yogi Wibawa