Perda Kota Layak Anak Belum Final, Asongan Cilik Kembali Masif

benuanta.co.id, TARAKAN – Potret anak di bawah umur yang menjadi pekerja asongan di Kota Tarakan masih hilir mudik menjajakan dagangan di beberapa tempat. Padahal Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan telah berupaya agar fenomena ini bisa dihentikan di samping menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Layak Anak (KLA).

Kepala Bidang perempuan dan anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3APPKB) Kota Tarakan, Rinny Faulina menjelaskan, anak di bawah umur yang berdagang baru-baru ini kembali masif di berbagai titik keramaian dan sekolah.

Memutus kondisi ini, DP3APPKB juga terus melakukan sosialisasi dan mengingatkan kepada masyarakat agar tidak membeli dagangan anak tersebut.

“Untuk mengubah perilaku tidak semudah membalikkan telapak tangan, kita butuh proses namun ada progresif,” ujarnya.

Terkait orang tua anak yang sengaja menemani anak saat berjualan, ia menerangkan DP3APPKB sudah menyerahkan kepada polisi terkait penindakan orang tua anak.

“Semua data dan surat pernyataan orang tua sudah kami serahkan ke kepolisian, sebenarnya polisi sudah pegang data tersebut,” jelasnya.

Dalam penindakan, DP3APPKB dan polisi masih melakukan secara persuasif karena akan berdampak psikologis jika orang tua anak berurusan dengan hukum.

Di sisi lain masalah Perda KLA, lanjut Rinny, Pemkot Tarakan sudah melakukan rapat dengan anggota DPRD Tarakan dan pembacaan tanggapan Wali Kota Tarakan terkait Perda KLA.

Baca Juga :  Dana Kegiatan Baru Cair September, KONI Tarakan Gelar Rakerkot

Kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dari anggota DPRD Kota Tarakan, lalu masuk ke tahap pembahasan.

“Insyaallah sebelum masa jabatan anggota dewan berahkir Perda KLA sudah terbit ” ucapnya.

Rinny mengatakan, nantinya akan dilakukan penyusunan terhadap turunan dari Perda seperti Rencana Aksi Daerah (RAD).

Berdasarkan masukan dari pemerintah pusat terkait KLA, Kota Tarakan kekurangan unsur kelembagaan yaitu tidak memiliki Perda KLA dan RAD.

“Saat ini sudah dipersiapkan, jika Perda telah terbit tentu turunnya berupa peraturan wali kota yang mengatur RAD,” ungkapnya.

Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) belum terlatih dengan Konvesi Hak-Hak Anak (KHHA). Diketahui KHHA merupakan perjanjian hak asasi manusia yang menjamin hak anak pada bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, kesehatan, dan budaya yang disahkan pada tahun 1989 oleh PBB.

“Pada beberapa hari lalu selama dua hari dilakukan pelatihan KHHA dengan jumlah peserta sebanyak 225 orang,” terangnya.

Rinny menerangkan, seluruh anggota gugus tugas dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat dalam KLA menerima pelatihan konvensi HHKA dari DP3APPKB Kota Tarakan.

Baca Juga :  Siap-siap! Polisi Berlakukan Tilang pada Ops Zebra Kayan 2024

Harus diakui bahwa pelatihan konvensi HHKA merupakan sesuatu yang baru di Kota Tarakan, sehingga OPD, pelaku usaha, dewan masjid, lembaga masyarakat maupun media massa mendapatkan wawasan baru dan sepakat dalam penerapan Perda KLA dibutuhkan peran dan partisipasi dari pemerintah maupun masyarakat.

“Jadi bukan hanya peran DP3APPKB, kontribusi warga Tarakan juga sangat penting dalam mewujudkan KLA,” ujarnya.

HHKA meliputi unsur yang dinilai dalam indikator di antaranya klaster satu tentang hak sipil dan kebebasan. Artinya pemerintah kota/kabupaten dapat mengupayakan agar anak mendapatkan akta kelahiran. Pada klaster pendidikan anak mendapatkan pendidikan, sekolah ramah anak, pengasuhan alternatif.

Selain itu klaster kesehatan, dalam pinnya anak saat berada dalam kandungan hingga terlahir unsur kesehatannya terpenuhi salah satunya status gizi. Kemudian, waktu luang yang dimiliki anak dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan kreativitas, bahkan peran pemerintah dalam mengawasi akses informasi menjadi ramah anak.

“Kita masih bermasalah dengan syuting walaupun angkanya sudah menurun tapi kita terus berupaya,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Tarakan, Dino Andrian secara singkat mengatakan bahwa ia masih menunggu hasil pembahasan dengan Pemkot Tarakan.

Baca Juga :  Relawan ZIAP di Tarakan Gelar Nobar Timnas Indonesia Melawan China 

“Nanti ya kalau sudah rapat pembahasan dengan pemkot,” singatnya, Selasa (25/10/2023).

Persoalan ini memang sudah menjadi kebiasaan di berbagai daerah di Nusantara. Berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan jumlah pekerja anak cenderung naik setiap tahunnya. Tahun 2019 jumlah pekerja anak sebanyak 940 ribu jiwa. Namun pada 2020 penduduk usia anak (10-17 tahun) yang menjadi pekerja sebanyak 1,17 juta jiwa.

Masifnya anak di bawah umur yang berjualan dari satu tempat ke tempat lainnya tak sedikit membuat masyarakat miris dan merasa terganggu.

Sherly (22) misalnya, salah seorang pengunjung kedai kopi di Kelurahan Pamusian mengatakan, pedagang asongan di bawah umur kerap memaksa untuk membeli dagangannya. Bahkan tak segan-segan mengumpat kepada calon pembelinya.

“Kadang kami di paksa. Umur mereka masih kecil tapi sudah seperti orang dewasa, entah mereka belajar dari mana,” tuturnya. (*)

Reporter : Okta Balang

Editor: Yogi Wibawa

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
{{ row.Answer_Title }} {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *