benuanta.co.id, TARAKAN – Lahan parkir kurang sementara jumlah kendaraan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk Tarakan, tak ayal masyarakat parkir inap di badan jalan raya sehingga menyebabkan kapasitas jalan menjadi berkurang bagi pengendara. Tentu ini akan menimbulkan persoalan serius bila tidak segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah yang memiliki kewenangan mengaturnya.
Akademisi bidang moda transportasi yang juga merupakan salah satu wakil rektor di Universitas Borneo Tarakan (UBT), Dr. Ir. Muhammad Djaya Bakri, S.T, M.T., menuturkan, parkir kendaraan pada badan jalan menyebabkan kapasitas jalan menjadi berkurang, sementara satu sisi lahan parkir di luar badan jalan tidak tersedia. Sebenarnya Kementerian Perhubungan Republik Indonesia melalui Direktorat Bina Sistem LLAK Ditjenhubdat telah menerbitkan pedoman perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir untuk bangunan yang bersifat pelayanan publik.
Seperti rumah sakit harus menyediakan lahan parkir sesuai standar efektif bangunan. “Jadi, untuk kapasitas ukuran parkir berpatok pada tempat tidur. Semisal, jika rumah sakit memiliki tempat tidur 100, maka menyiapkan jumlah lahan parkir yang sama,” ujarnya.
Djaya menilai, kepadatan kendaraan perlu diimbangi dengan pembangunan sarana prasarana. Hal tersebut bertujuan mengimbangi pertumbuhan penduduk. Cara mengatasinya tentu dengan manajemen lalu lintas. Seperti menggunakan parkir di badan jalan. Namun, jika tidak efektif, maka pemerintah bisa kenakan tarif parkir.
Upaya mengatasi kemacetan, Dyaja menyarankan agar pemerintah menggunakan elektronik parkir dengan tarif progresif. “Seperti di bandara, jika lebih satu jam, maka akan dikenakan tambahan tarif, sehingga pelanggan dapat memperhitungkan waktu parkir. Penggunaan karcis retribusi dan juru parkir tidak efektif ,” terangnya kepada benuanta.co.id.
Selain itu, petugas parkir tentu harus berkompeten dalam memanfaatkan ketersediaan lahan parkir. Karena disisi lain masyarakat kerap mengabaikan rambu lalu lintas yang tersedia. “Seharusnya di titik kemacetan, masyarakat tidak parkir atau stop, lebih baik pengemudi turunkan para pengunjung di tempat itu,” ungkapnya.
Sebagai Akademisi, Djaya mengusulkan solusi jangka panjang dan pendek. Solusi jangka panjang, tentu penerapan izin mendirikan bangunan seperti pusat perdagangan, pendidikan, perhotelan, bahkan rumah sakit dan bioskop diharuskan menyediakan lahan parkir sesuai standar lahan efektif bangunan.
Sementara, solusi jangka pendek, jika bangunan tersebut ada sejak lama, maka pemilik usaha wajib menambah petugas parkir dengan uraian tugas seperti mengatur kendaraan pengemudi dan mengarahkan arus lalu lintas. Hal tersebut akan efektif dalam mengurai kemacetan.
Djaya melihat, jika Kota Tarakan memiliki pola campuran, di mana kawasan pusat bisnis bercampur dengan pemukiman penduduk. Untuk menata angkutan umum agak rumit. Di mana jarak antara bus dengan halte cukup jauh. Masyarakat enggan menunggu lama sehingga cenderung memilih kendaraan pribadi untuk menghemat waktu. “Bus tidak efektif di Kota Tarakan,” tuturnya.(*)
Reporter: Oktavian Balang
Editor: Ramli