benuanta.co.id, TARAKAN – Penggunaan segala macam obat berbentuk sirup kini dipastikan stop beredar di seluruh Apotek Kota Tarakan. Tak hanya itu, seluruh dokter di Kota Tarakan pun sepakat tidak memberi resep sirup ke anak dan masyarakat secara umum.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan, dr. Devi Ika Indriarti, M.Kes mengatakan sesuai dengan surat edaran dari Kementerian Kesehatan pada 18 Oktober 2022 disebutkan bahwa pada poin ke 7 khusus kepada tenaga kesehatan agar tidak memberikan obat-obatan dalam bentuk sirup namun yang disarankan ialah pemberian obat berbentuk tablet.
“Ini sebagai pencegahan agar jangan sampai kalau terjadi sesuatu nanti disalahgunakan,” ujar Devi kepada benuanta.co.id, Kamis (20/10/2022).
Saat ini pihaknya pun akui bahwa BPOM sedang melakukan pengujian terhadap obat-obatan.
“Sehingga arahan ini juga diberikan kepada apotek-apotek agar tidak menjual obat sirup lebih dulu. Aturannya ini sudah dikeluarkan kemarin (Senin). Jadi sejak itu sudah diberlakukan,” ungkapnya.
Adapun, ia mengatakan khusus tenaga kesehatan di Kota Tarakan sudah menerima informasi dari organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sehingga para nakes harus mematuhi edaran tersebut.
“Jadi untuk sementara waktu sirupnya itu disimpan dulu oleh pihak Apotek jangan dikeluarkan dulu, sambil BPOM melakukan pemeriksaan atau pengujian. Jadi harus ditunggu hasilnya. Sehingga dokter umum sampai spesialis itu pasti tidak memberikan resep obat sirup. Tapi yang biasanya jadi masalah itu permintaan dari masyarakat karena biasanya anak-anak maunya sirup,” tuturnya.
Devi pun menegaskan, bahwa saat ini pihaknya tidak dapat berandai-andai saat ini untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat beli obat sirup paracetamol anak-anak.
“Namun sementara ini nakes dilarang memberikan obat dalam bentuk sirup. Sehingga pihaknya mematuhi hal tersebut. Bukan sirup paracetamol saja, tapi semua bentuk obat sirup. Yang dari kementerian itu kata-katanya semua bentuk sirup,” jelasnya.
Pihaknya juga melihat budaya konsumsi obat sirup paracetamol tak hanya berlaku bagi anak, namun hal ini juga diberlakukan bagi masyarakat umum.
“Kami sedang menunggu hasil pemeriksaan dari BPOM. Jika BPOM telah mengumumkan hasil pemeriksaan, maka kami juga akan menantikan kebijakan dari Kemenkes RI,” tuturnya.
Selain surat edaran, lanjut Devi pihaknya juga menyiasati gangguan ginjal akut dengan menantikan laporan dari puskesmas maupun rumah sakit.
“Nanti bagaimana caranya kalau ada ketemu kasus suspect, misalnya anak itu tidak bisa buang air kecil atau sedikit, pasti dibawa ke Puskesmas. Nanti dari Puskesmas akan melihat keluhan dan dilakukan rujukan ke rumah sakit untuk kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium. Sama dengan pasien biasa, ya kalau darurat ya cepat ditangani lewat UGD,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie Silalahi
Editor: Matthew Gregori Nusa