benuanta.co.id, TARAKAN – Beragamnya suku bangsa di Indonesia membuat sisi keunikan tersendiri bagi masyarakatnya. Keunikan tersebut memiliki ciri khas, baik kuliner maupun budaya.
Salah satu etnis masyarakat asli Kalimantan ialah suku Tidung yang terkenal dengan tarian musik jepen. Musik inipun dengan lantang diperdengarkan ketika acara etnis berlangsung semisal selamatan (syukuran) dan acara peresmian.
Selain musik dan tarian ternyata terdapat pula kudapan khas suku Tidung yang menggugah selera makan orang yang mencium aromanya. Selain menggugah selera makan, bahan dasar dari kudapan ini juga diambil langsung di tanah Kalimantan.
Terdapat beraneka macam kudapan diantaranya Sayur Daun Sabaiy Benabok, berbahan dasar daun singkong yang ditumbuk dengan dicampuri jagung. Kemudian Kanon Pangot Selangat, ikan Selangat yang dimasak dengan bumbu khas asam jawa dan kunyit. Ikan Selangat inipun katanya semakin lama dimasak maka akan semakin terasa nikmat.
Tidak hanya itu terdapat pula Lemangu Berabus, Lawar Timun, Udang Berabus, Naul yang terbuat dari sagu. Terkadang di Tarakan masih jarang ditemukan sagu dan dapat diganti dengan tepung kanji.
“Kalau orang sini (Tarakan) lebih dikenal dengan Kapurung, cuma kalau kapurung kan ada sayurnya, ikannya, nah kalau Naul ini kita sandingkan dengan kuah udang barabus,” ucap salah satu tukang masak, Marlin, Sabtu (19/3/2022).
Tidak hanya itu, terdapat pula kudapan Temburungun yang biasanya selalu ada di dalam acara-acara adat suku Tidung. Temburungun ini biasanya ditumis yang menggunakan bahan dasar seafood sejenis dengan siput atau kapah yang dicampur dengan daun singkong.
“Kalau acara pasti ada (Temburungun) tapi ini jarang orang bisa makan, dari cara ambilnya susah harus ke tambak dulu,” katanya Marlin.
Selain Temburungun, adapula Sayur Punti Berabus yang dimasak dengan cara unik yaitu udang direbus bersama pisang mengkal.
“Ini makanan tradisional juga Tina Rabus Udang campur pisang, ada juga buah-buahan karena kita dasarnya kebun jadi pisang ada, singkong dan ubi rambat biasa juga ada jagung,” tuturnya.
Selain itu, terdapat pula cocolan sambal yang sangat cocok di lidah para penggemar asam. Yakni sambalnya asam yang diikuti dengan irisan bawang dan lombok. Biasanya, sambal asam ini disandingkan dengan sama ikan atau udang.
Dalam acara pagelaran kuliner Tidung ini, juga dihadiri oleh salah satu politisi yang bergelar dokter yakni Ari Yusnita. Ia menghadiri acara tersebut karena memenuhi undangan dari pengurus lembaga Tidung.
Setelah mencicipi makanan khas suku asli Kalimantan, Ari mengaku sangat suka. Ia juga baru pertama kali merasakan makanan yang unik dan enak.
“Rasanya sehat aja ya, udang campur pisang mengkal gitu, saya rasa ini harus diperkenalkan, saya baru pertama kali juga ini makan selama saya di Kalimantan baru ini saya rasa makanan khasnya,” bebernya.
Sangking nikmatnya, Ari sempat bertanya ke salah satu pengurus dimana bisa mendapatkan makanan khas Tidung di Kota Tarakan.
“Saya sudah bilang ke pengurus Putri Dedalin nanya dimana makanan Tidung, apalagi ini ada Balai Adat kan seharusnya ada sajian makanan suku Tidung juga, melestarikan kuliner dan budaya, yang kita tahu kan biasanya tarian aja,” tukas mantan Anggota DPR RI tersebut.
Ia berharap ke depan pemerintah juga bisa turut melestarikan dan memperkenalkan keragaman budaya Kalimantan melalui kuliner khasnya.
“Saya harap Pemprov bisa bekerja sama mungkin untuk memperkenalkan makanan khas ini, misalnya kalau ada tamu masuk ke provinsi kita bisa kita suguhkan saja ini,” tukas perempuan bergelar dokter tersebut.
Terpisah, Plh Kepala Adat Besar Tidung Kalimantan, AP Dery Ramadhan SH., MH., mengatakan bahwa kudapan yang disajikan ini memang memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Kaltara sendiri.
“Jadi, memang sebetulnya untuk segala macam acara di suku Tidung, kita mau angkat kembali. Dimana itu benar-benar makanan olahan yang sesuai dengan daerah kota Tarakan, seperti Temburungun, Naul itu, kemudian ikan asin, udang rebus kita rebus aja pakai serai,” ujar dia.
Selain kudapan tersebut, terdapat pula ketan kuning yang sedikit dihias dengan parutan kelapa yang membuat ketan gurih bercambur kelapa manis yang nikmat di lidah.
“Ada juga ciri khas ketan kuning, biasanya itu selalu hadir tidak pernah absen apalagi di acara selamatan, atau peresmian sesuatu. Kita biasa iringi juga dengan doa tolak bala,” lanjutnya.
Ia mengakui bahwa memang sudah terdapat wacana untuk mengangkat kembali suku Tidung. Namun, hal ini pihaknya sesuaikan kembali dengan kondisi Pandemi Covid-19 yang masih ada di Kaltara.
“Ada rencana, kita juga melihat keadaan Covid, misalnya kita akan buka festival budaya, tidak hanya Tidung juga suku lainnya bisa gabung. Kita pelan-pelan dulu memperkenalkan suku Tidung nya dulu baru kita bergerak lain-lain,” pungkas Dery. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli