TARAKAN – Kepolisian Resor Tarakan masih memeriksa saksi kasus tewasnya MR, pelajar berusia 15 tahun yang ditemukan gantung diri di kamar mandi rumahnya di Gang 45, Kelurahan Sebengkok, Selasa 27 Oktober 2020 lalu.
Kasat Reskrim Polres Tarakan, Iptu Muhammad Aldi menyampaikan, saksi yang diperika oleh Kepolisian ini merupakan lingkup orang terdekat korban.
“Kalau saksi yang kita periksa itu dari keluarganya. Kakak, orang tua, teman, dan dari pamannya,” ujar Kasat Reskrim Polres Tarakan, Iptu Muhammad Aldi saat dihubungi benuanta.co.id, Kamis (29/10/2020).
Perwira dengan balok dua di pundak ini mengatakan, masih mempertimbangkan tambahan saksi lain lantaran pihak keluarga masih dalam suasana berduka.
“Engak, engak, (tambahan saksi). Itu (saksi yang diperiksa) baru dari ini (orang terdekat korban) saja kok, baru dari keluarga saja. Itu pun kami belum menanyakan terlalu mendalam. Karena juga kita mempertimbangkan ini (kondisi) sekarang kan masih berduka mereka, masih berkabung. Jadi ya kita masih belum menyentuh (pemeriksaan) sampai sejauh itu lah. Ini baru interogasi lisan saja pada saat kami di lapangan,” katanya.
Mengenai apakah adanya tambahan saksi dari pihak guru untuk diperiksa, Aldi pun enggan menanggapinya saat ini. Pasalnya, berdasarkan keterangan saksi yang merupakan kakak korban, memberikan keterangan kepada Kepolisian bahwa MR ini sempat mengeluh oleh tugas yang diberikan guru melalui belajar online.
“Engak, engak (saksi dari pihak sekolah). Kita belum ada progres ke sana. Kita mungkin di sekitaran TKP dulu. Itu (korban mengeluh belajar online) kemarin keterangannya itu kami dapat dari keluarganya juga. Itu dia sempat mengeluh, kalau pelajaran, dan tugas-tugas sekolah itu menumpuk gitu, ya seperti itu sih. Yang menyampaikan (keterangan) kakaknya,” imbuhnya.
Diwartakan sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tarakan, Drs. Tajuddin Tuwo menyebut, agar publik tak menyalahkan orang tua korban atas kejadian nahas pelajar tersebut, diduga ulah nekat MR hingga mengambil jalan pintas dengan cara gantung diri, akibat handphone (HP) yang biasanya dipakai bermain game, disita orang tuanya. Tentu, tak selaras keterangan Disdik Tarakan dan pihak saksi yang diperiksa Kepolisian. Sehingga ini menimbulkan sejumlah polemik di tengah-tengah masyarakat.
“Mohon beritanya tidak menyalahkan orang tuanya yang menyita HP-nya, tetapi cukup menyatakan bahwa almarhum sering main HP sampai larut malam. Karena ibunya sayang kepada anaknya sehingga dia menyita HP-nya,” tutup Tajuddin.(*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor : M. Yanudin