benuanta.co.id, TARAKAN – Keluhan penumpang terkait perilaku buruh angkut atau porter di Pelabuhan Tengkayu I Tarakan (SDF) kembali menjadi sorotan. Penumpang menilai para porter kerap mengambil barang tanpa persetujuan dan menetapkan tarif yang dinilai tidak sesuai, sehingga menimbulkan keresahan.
Sejumlah masyarakat menyebut porter sering kali langsung mengangkat barang tanpa bertanya, kemudian meminta bayaran lebih tinggi dari tarif umum yang mereka ketahui. Kondisi ini membuat banyak penumpang merasa dirugikan, terutama saat volume kedatangan dan keberangkatan sedang tinggi.
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Keselamatan Angkutan Perairan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pelabuhan Tengkayu I Tarakan, Widia Ayu Saraswati, tidak membantah adanya keluhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa jasa angkut porter masih dikelola oleh koperasi yang telah lama beroperasi di pelabuhan.
Ia menerangkan, pihaknya sudah berupaya menjalin komunikasi, memberikan imbauan, hingga melakukan pengawasan terhadap koperasi maupun anggotanya. Namun ia mengakui pengawasan tidak bisa dilakukan secara penuh karena keterbatasan personel dan tingginya mobilitas penumpang.
“Volume kedatangan dan keberangkatan di Tengkayu I cukup tinggi, sehingga pengawasan tidak bisa menyeluruh setiap saat,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).
Disinggung soal tarif resmi jasa angkut, dirinya menyebut hingga kini belum ada ketetapan yang diperbarui. Tarif yang berlaku masih mengacu pada perjanjian lama antara koperasi dan pengelola sebelumnya.
“Setahu saya, yang tertuang itu tarifnya Rp10 ribu. Tapi pembaruan tarif memang belum ada,” jelasnya.
Belum adanya standar tarif terbaru, praktik penentuan biaya masih bergantung pada kesepakatan antara penumpang dan buruh, sehingga membuka peluang terjadinya ketidaksesuaian harga di lapangan. Masyarakat pun kerap mengeluhkan hal tersebut karena merasa harga tidak sebanding dengan berat barang yang diangkut.
Widia memastikan, setiap kali menerima laporan, pihaknya langsung menyampaikan kepada koperasi agar memperketat pengawasan terhadap anggotanya. Rencana pemanggilan pengurus koperasi juga disebut akan dilakukan setelah rapat koordinasi yang sebelumnya dijadwalkan membahas penertiban calo di area depan pelabuhan.
Terkait usulan pembaruan aturan dan penetapan tarif baru, ia menyebut hal itu sebenarnya sudah lama dibahas bersama Kepala UPTD. Namun kewenangan penetapan tarif tidak berada pada UPTD, melainkan harus melalui pembahasan bersama instansi di tingkat yang lebih tinggi.
“Keputusan tarif bukan berada di level UPTD. Ada tahapan dan otoritas lain yang harus dilibatkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pembenahan tata kelola buruh angkut membutuhkan kesepakatan banyak pihak, termasuk dinas teknis dan pengelola pelabuhan terdahulu yang pernah terlibat dalam pembentukan aturan kerja buruh dan koperasi. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Yogi Wibawa








Pernyataan yg Konyol.
SDH tau akar masalahnya,
SDH tau penyebab sekaligus solusinya.
Tapi pernyataan selalu sama seperti tahun2 sebelumnya.
Sepertinya memang kaga ada inisiatif memperbaiki pelayanan.
Jgn terkesan saling lempar tanggung jawab.
Jatuhnya tutup mata tutup telinga kalau sperti ini.