benuanta.co.id, TARAKAN – Persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ternyata tidak berhenti ketika mereka selesai bekerja dan kembali ke kampung halaman. Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Rektor Universitas Borneo Tarakan, Prof. Yahya Ahmad Zein menilai pemerintah masih lemah dalam pendampingan pasca-penempatan, terutama bagi korban kekerasan saat bekerja di luar negeri.
Menurutnya, banyak pekerja migran yang justru mengalami tekanan psikologis setelah pulang. Bukan hanya karena pengalaman buruk di negara penempatan, tetapi juga akibat stigma dari lingkungan sekitar.
“Banyak yang kesulitan bersosialisasi. Ada yang dicap tidak baik, dianggap gagal, atau membawa masalah. Ini terjadi pada korban-korban kekerasan juga,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, regulasi sebenarnya telah memberikan ruang bagi perlindungan pekerja migran. Namun implementasi pendampingan pasca-penempatan belum berjalan kuat seperti tahap pra dan saat penempatan. Hal ini menyebabkan sebagian mantan pekerja migran tidak mendapat rehabilitasi mental, sosial, maupun ekonomi.
Dirinya juga mengingatkan bahwa negara tidak boleh hanya fokus pada proses keberangkatan dan penempatan. Mereka yang pulang juga membutuhkan perhatian agar dapat kembali berbaur dan memulai hidup baru.
“Tidak berhenti ketika mereka pulang saja, tetapi bagaimana mereka berinteraksi kembali dengan lingkungannya,” tambahnya.
Ia berharap pemerintah pusat dan daerah dapat menghadirkan layanan pendampingan terpadu, termasuk konseling, pelatihan lanjutan, hingga pembukaan akses kerja. Dengan begitu, pekerja migran tidak hanya terlindungi secara regulasi, tetapi juga memiliki masa depan setelah kembali ke tanah air. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Yogi Wibawa







