benuanta.co,id, TARAKAN – Filsuf dan intelektual publik Indonesia, Rocky Gerung, memberikan materi kuliah umum bertema ‘Etika Berpikir dalam Demokrasi’ di Universitas Borneo Tarakan (UBT), Senin (27/10/2025).
Dalam acara yang dihadiri ratusan mahasiswa itu, Rocky mengajak civitas akademika untuk mengembalikan fungsi kampus sebagai ruang kebebasan berpikir di tengah krisis nalar publik dan budaya feodal di dunia pendidikan.
Dalam pemaparannya, Rocky menyatakan kampus tidak boleh menjadi ruang yang kaku dan terikat formalitas semu. Ia menegaskan, universitas seharusnya menjadi tempat bagi pertarungan gagasan dan kebebasan berpikir.
“Kampus itu seharusnya laboratorium kebebasan, bukan museum kepatuhan. Begitu kampus jadi feodal, maka ilmu mati pelan-pelan,” ujarnya.
Rocky menilai feodalisme di lingkungan akademik dapat melemahkan daya kritis mahasiswa. Menurutnya, struktur hierarki yang membuat mahasiswa takut berbeda pendapat menjauhkan universitas dari tujuan pencarian kebenaran.
“Feodalisme di kampus itu bukan hanya soal jabatan, tapi soal mental. Kalau mahasiswa merasa dosennya selalu benar, itu tanda kampus kehilangan fungsi kritisnya,” katanya.
Ia juga menyinggung pentingnya keberanian intelektual untuk menolak budaya diam yang sering dikaitkan dengan etika akademik. Rocky menilai, sopan santun tidak bisa dijadikan ukuran berpikir.
“Sopan santun itu bahasa tubuh, bukan bahasa akal. Pikiran disebut pikiran kalau dia diganggu, kalau dia dipertengkarkan,” jelasnya.
Dalam kuliah umum tersebut, Rocky menceritakan pengalamannya menghadiri sidang disertasi di sebuah kampus. Ia menyebut sempitnya ruang diskusi akademik karena perdebatan hanya dibatasi pada pihak tertentu.
“Bayangkan, saya diundang hanya untuk menyaksikan rektor memindahkan toga dari kiri ke kanan. Padahal siapa pun yang diundang dalam forum akademis berhak mengemukakan pikirannya,” tuturnya.
Rocky menegaskan, forum akademik seharusnya menjadi ruang perdebatan terbuka, bukan sekadar perayaan gelar. Menurutnya, universitas harus membiasakan diri hidup dalam suasana intelektual yang kritis dan jujur terhadap kebenaran.
“Mari kita saling menguji, dan pastikan percakapan di kampus adalah demi kejujuran berpikir, bukan karena takut di-DO atau dikriminalisasi dengan UU ITE,” katanya.
Rocky menyebut, berpikir adalah tindakan moral tertinggi dan bentuk perlawanan terhadap kebodohan yang dilegalkan maupun kekuasaan yang antikritik. Ia juga mengingatkan mahasiswa di daerah perbatasan untuk tetap menjaga semangat intelektual.
“Kalian hidup di ujung republik, tapi jangan biarkan pikiran kalian di ujung juga. Republik ini berdiri dari pikiran-pikiran yang berani melawan pusat kekuasaan,” ujarnya.
Menutup kuliah umum, Rocky berpesan agar mahasiswa UBT menjadi penjaga akal sehat dan menjadikan keberanian berpikir sebagai identitas kampus. “Kalau kampus ini berani berpikir, maka perbatasan ini akan jadi pusat peradaban, bukan pinggiran. Dan ingat, kalau kampus jadi feodal, lawanlah dengan pikiran,” pungkasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina







