benuanta.co.id, TARAKAN – Peringatan Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional pada Jumat, 17 Oktober 2025, harusnya menjadi momentum refleksi penting bagi Kota Tarakan dalam upaya menekan angka kemiskinan.
Momen ini tidak hanya sebagai bentuk penghargaan atas ketangguhan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, tetapi juga seruan untuk bertindak mengatasi akar penyebab ketimpangan sosial dan ekonomi.
Kepala Badan Pusat Statistik Kota Tarakan, Umar Riyadi, SST, M.Si., menjelaskan kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar baik makanan maupun non-makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
“Kemiskinan bukan hanya soal rendahnya pendapatan, tapi juga terkait terbatasnya akses terhadap kebutuhan dasar hidup yang layak,” ungkapnya, Sabtu (18/10/2025).
Untuk mengukur tingkat kemiskinan, BPS menggunakan indikator garis kemiskinan. Garis kemiskinan mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan. Garis ini mencakup komponen pengeluaran makanan dan non-makanan.
“Penduduk yang pengeluaran per kapitanya berada di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin,” jelasnya.
Dalam lima tahun terakhir, grafik garis kemiskinan Kota Tarakan menunjukkan tren peningkatan yang konsisten. Pada tahun 2021, garis kemiskinan tercatat sebesar Rp711.268. Angka ini meningkat menjadi Rp773.446 pada 2022, lalu naik lagi menjadi Rp819.621 pada 2023. Tren positif berlanjut dengan angka Rp854.967 pada 2024, dan mencapai Rp889.483 pada 2025.
“Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya standar konsumsi dan kebutuhan dasar masyarakat Tarakan,” paparnya.
Sementara itu, tren persentase penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada 2021, persentase penduduk miskin berada di angka 6,71 persen. Tahun berikutnya turun menjadi 6,30 persen, lalu kembali turun menjadi 6,10 persen pada 2023. Pada 2024, angka ini menurun lagi ke 5,56 persen, dan pada 2025 mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir, yakni 5,03 persen.
“Penurunan konsisten ini menunjukkan semakin banyak masyarakat Tarakan yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan,” katanya.
Umar menilai peningkatan kemampuan konsumsi masyarakat, akses terhadap kebutuhan dasar, serta perbaikan taraf hidup menjadi faktor pendorong utama. “Data ini menunjukkan bahwa pembangunan di Tarakan mulai menyentuh masyarakat lapisan bawah,” ujarnya.
Meski begitu, Umar mengingatkan perjuangan untuk mengentaskan kemiskinan belum usai. Kemiskinan bukan hanya soal kurangnya pendapatan, tapi juga menyangkut keterbatasan akses pada pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak, dan kehidupan yang bermartabat.
“Jika kita ingin angka kemiskinan terus turun, maka kebijakan pembangunan harus menyasar semua sektor kehidupan masyarakat,” ucapnya.
Peringatan Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional tahun ini menjadi pengingat penting bahwa kemiskinan adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah daerah, pelaku usaha, lembaga sosial, dan masyarakat luas perlu terus berkolaborasi dalam memperluas akses ekonomi dan sosial.
“Upaya menekan angka kemiskinan tidak bisa dilakukan sendiri, harus bergotong royong,” terangnya.
Dengan garis kemiskinan yang terus meningkat secara terukur dan persentase penduduk miskin yang terus menurun, Kota Tarakan menunjukkan tren pembangunan sosial ekonomi yang cukup positif. Namun tantangan ke depan adalah menjaga keberlanjutan capaian ini.
“Kesejahteraan harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali,” pungkasnya. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina







